Desak Mafia Tanah Ditindak, Warga Tolak Sertifikat BPN

AKSI LANJUTAN: Warga Jalan Hiu Putih, Badak, dan Banteng, kembali melakukan aksi protes terhadap mafia tanah di Palangka Raya, Kamis (4/3).(DODI/RADAR SAMPIT)
AKSI LANJUTAN: Warga Jalan Hiu Putih, Badak, dan Banteng, kembali melakukan aksi protes terhadap mafia tanah di Palangka Raya, Kamis (4/3).(DODI/RADAR SAMPIT)

PALANGKA RAYA, RadarSampit.com – Masyarakat Jalan Hiu Putih, Badak, dan Banteng di Kota Palangka Raya kembali menggelar aksi protes terhadap dugaan permainan mafia tanah yang merugikan pihaknya. Warga juga menolak ratusan sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) atas nama orang lain di atas lahan mereka.

”Kami menolak keras terbitnya sertifikat yang dibuat BPN Kota Palangka Raya di Jalan Banteng. Penolakan didasari dengan masih ditetapkannya Jalan Banteng dan Hiu Putih sebagai kawasan hutan produksi konversi (HPK), sehingga tidak dimungkinkan penerbitan sertifikat oleh BPN. Tetapi, anehnya ada program Tora (Tanah Objek Reforma Agraria),” ujar Uminduar, warga Jalan Banteng, Kamis (4/3).

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Uminduar menuturkan, Dinas Kehutanan telah menyatakan Jalan Banteng dan Hiu Putih masih dalam kawasan hutan. ”Jika ada sertifikat yang terbit, berarti melanggar hukum. Tolong Presiden dan Kapolri bisa membantu kami yang resah karena mafia tanah. Banyak sertifikat yang keluar, namun pengukurannya tidak pada tempat atau lokasinya,” katanya.

Baca Juga :  PWI Kotim Gelar Aksi Sosial dan Bukber di Pengujung Ramadan

Dia menegaskan, sampai tetes darah penghabisan pihaknya akan mempertahankan tanah tersebut, karena merupakan lahan yang dikelola sejak puluhan tahun lalu yang didukung dengan dokumen yang ada.

”Kami sangat resah ada oknum BPN yang mengeluarkan sertifikat tidak jelas. Tolong berantas mafia tanah. Mafia tanah jangan rampas hak kami. Kami menginginkan karena ini tanah nenek moyang kami. Jangan rampas hak-hak warga di Jalan Banteng dan Hiu Putih,” ujarnya.

Madi G Sius, warga Jalan Hiu Putih, mempertanyakan pencabutan verklaring oleh BPN Kota Palangka Raya. Menurutnya, verklaring yang dimiliki merupakan hak masyarakat adat sesuai tulisan yang tercantum di dalamnya, yakni hak milik adat dan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan sertifikat hak milik.

”Pencabutan harus melalui prosedur hukum. Presiden Joko Widodo, Kapolri, dan Menteri Pertanahan diharapkan bisa menuntaskan permasalahan ini. Ada indikasi unsur mafia tanah dan korup yang besar sekali,” katanya.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *