Diduga Garap Lahan Transmigrasi, Warga Rusak Pos Perkebunan

warga rusak pos jaga perkebunan
DIRUSAK: Alat berat yang dikerahkan warga untuk merusak pos jaga perkebunan di Desa Waringin Agung, Kamis (26/1). (IST/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, radarsampit.com – Perusahaan perkebunan PT Bangkitgiat Usaha Mandiri (BUM) di Desa Waringin Agung, Kecamatan Antang Kalang, diduga menggarap lahan transmigrasi. Hal tersebut memantik emosi warga setempat yang langsung bergerak dengan menghancurkan pos jaga milik perkebunan itu.

Penghancuran pos dilakukan warga dengan mengerahkan alat berat. Aksi itu diikuti ratusan warga, Kamis (26/1). Anak perusahaan NT Corps itu dinilai telah mengambil dan menanam lahan mereka, serta berproduksi, namun tidak ada iktikad baik kepada masyarakat.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Sebelumnya, masyarakat Desa Waringin Agung telah membuat laporan tertulis kepada pemerintah pusat, daerah, dan penegak hukum atas penyerobotan lahan transmigrasi Desa Waringin Agung.

”Laporan dari pusat sudah ditindaklanjuti Komnas HAM RI dan sudah ada penyelesaian MOU dari PT BUM yang isinya, perusahaan memberikan CSR kepada Desa Waringin Agung. Kesepakatan ditandatangani pihak PT BUM melalui penasihat hukumnya, namun PT BUM tidak pernah merealisasikan MOU tersebut,” kata Karliansyah, salah satu koordinator aksi.

Baca Juga :  Kabut Asap Berkurang, Cuaca Diprediksi Cerah Berawan

Selain itu, lanjutnya, dalam waktu dekat masyarakat Desa Waringin Agung akan meminta ketegasan kepada Kejaksaan Negeri Kotim untuk segera melakukan penegakan hukum atas penyerobotan lahan transmigrasi Desa Waringin Agung.

”Apabila Kejaksaan Negeri Kotim tidak melakukan penegakan hukum, maka masyarakat akan berbondong-bondong melakukan aksi di kantor Kejari Kotim,” kata Karliansyah.

Sementara itu, Kepala Desa Waringin Agung Muhadi mengatakan, persoalan itu berawal dari saling klaim antara PT BUM dan warga Desa Waringin Agung. Lahan sengketa itu menurut warga merupakan lahan cadangan peninggalan Departemen Transmigrasi, sementara PT BUM mengklaim areal itu masuk HGU mereka.

Dia menambahkan, karena persoalan sengketa itu tengah berjalan di Pengadilan Negeri Sampit, warga menginginkan perusahaan menunggu keputusan hukum, bukan asal garap. ”Warga maunya menunggu keputusan dulu dari pengadilan untuk status lahan itu,” katanya. (ang/ign)



Pos terkait