Harga Elpiji Sulit Diawasi, Tak Tepat Sasaran, Barang Subsidi Dijual Selangit

gas elpiji
Ilustrasi. (jawapos.com)

SAMPIT – Penjualan gas elpiji 3 kilogram atau liquefied petroleum gas (LPG) yang dijual di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) masih sulit diawasi. Pasalnya, sejak bertahun-tahun penjual di tingkat agen maupun pangkalan sudah jarang ditemukan yang menjual elpiji sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 17.250 di tingkat pangkalan dan Rp 15.500 per tabung di tingkat agen.

Penelusuran Radar Sampit, ketersediaan elpiji 3 kg khususnya di Kota Sampit pada umumnya masih aman, meskipun barang terkadang sempat kosong karena keterlambatan pendistribusian.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Harga yang dipasarkan di tingkat pangkalan bahkan tak ada lagi yang sebesar Rp 17.250 – Rp 20 ribu. Penjualan berkisar antara Rp 25-27 ribu per tabung. Di tingkat warung eceran yang sebelumnya sudah jelas dilarang untuk menjual elpiji dijual di kisaran Rp 30-35 ribu per tabung.

Salah satu pangkalan elpiji di Kelurahan Baamang Barat menyebut, mereka sudah tak lagi bisa mengikuti HET pemerintah. Hal itu dikarenakan proses distribusi hingga bongkar muat yang memerlukan biaya.

Baca Juga :  Beli Elpiji 3 Kg Wajib Bawa KTP, Berlaku Mulai 1 Januari 2024

”Gimana mau mengikuti HET pemerintah. Biaya transportasi, bongkar muat juga perlu biaya. Jual harga segitu, kami tak dapat untung,” kata Gatot.

Menurutnya, HET yang ditetapkan pemerintah perlu disesuaikan, sehingga harga tersebut dapat sebanding dengan keuntungan untuk agen dan untuk pangkalan. Termasuk biaya bongkar muatnya.

”HET yang ditetapkan pemerintah itu tahun berapa? Sekarang tambah tahun, harga kebutuhan bahan pokok, bahan bangunan setiap tahun naik, ya HET juga harus disesuaikan setiap tahun sama pemerintahnya. Kalau tak dikaji ulang, penjual elpiji berat mengikuti HET yang sudah enggak relevan,” katanya.

Gatot mengatakan, pihaknya bukan tak ingin mematuhi aturan HET yang ditetapkan pemerintah. Namun, hal itu sulit mengingat kebutuhan masyarakat terhadap elpiji sudah menjadi kebutuhan pokok untuk keperluan memasak yang selalu dicari.

”Bukannya tak taat aturan. Pedagang itu hanya ingin dapat untung. Permintaan masyarakat terhadap kebutuhan elpiji selalu ada, tapi barang tidak selalu ada. Pembelian seminggu juga kami batasi tidak lebih dari dua tabung per orang,” katanya.



Pos terkait