Harusnya Malu dengan Perjuangan Warga Tumbang Ramei

warga desa tumbang ramei
TERUS BERJUANG: Kepala Desa dan BPD Tumbang Ramei saat datang ke Sampit mempertanyakan perkembangan penyelesaian PT BSL. (RADO/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, radarsampit.com – Wakil Rakyat di DPRD Kotim dinilai pasif dalam menyikapi konflik antara warga Desa Tumbang Ramei dengan perusahaan perkebunan PT Bintang Sakti Lenggana. Padahal, persoalan itu berkaitan dengan ancaman pembabatan hutan yang berpotensi menimbulkan bencana di masa depan.

”Saya mengikuti konflik masyarakat Desa Tumbang Ramei ini cukup menarik, karena mereka seakan-akan berjuang sendiri. Di mana keberpihakan pemerintah dan wakil rakyat untuk masalah seperti ini?” kata Rakhmat, mahasiswa perguruan tinggi di Kota Sampit, Selasa (17/1).

Bacaan Lainnya

Dia menilai DPRD Kotim cenderung pasif mendukung upaya masyarakat mempertahankan hutan di Tumbang Ramei.  Secara politik, masyarakat dibiarkan  begitu saja. Sedangkan yang mereka perjuangkan sejatinya untuk kepentingan bersama, yakni kelangsungan hidup manusia di muka bumi.

”Yang mereka perjuangkan ini adalah hutan dan hutan ini  penyuplai udara bersih bagi umat manusia. Kenapa tidak kita bantu mereka untuk mempertahankan ini semua? Saya melihat pejaabat kita ini banyak cueknya kalau urusan lingkungan,” ujarnya.

Baca Juga :  Mirisnya Jembatan Ini, Bertahun-tahun Tak Diperhatikan Pemkab Kotim

Rakhmat mengaku prihatin ketika masyarakat harus patungan uang untuk sekadar membiayai perjalanan menyelesaikan masalah itu. Baginya, hal itu merupakan perjuangan yang tentunya harus mendapat dukungan lebih luas.

”Kalau masyarakat yang dengan ekonomi pas-pasan saja mau patungan, bahkan ada yang menjual hartanya, artinya ini perjuangan yang tulus untuk kemaslahatan umat manusia. Malu kita sebenarnya melihat ini,” ujarnya.

Kasus perjuangan masyarakat Tumbang Ramei mencuat sejak akhir 2022. Mereka menyuarakan penolakan keras terhadap PT BSL yang akan mengekspansi sekitar 4000 hektare wilayah Desa Tumbang Ramei. Persoalan itu mendapat perhatian dari berbagai aktivis lingkungan hidup di Indonesia.

Selain itu, jadi atensi pemerintah pusat melalui Kementerian ATR BPN. Namun, pemerintah pusat belum berbuat banyak lantaran izinnya masih izin usaha perkebunan (IUP) yang diterbitkan pemerintah daerah.

Kepala Desa Tumbang Ramei Natalis mengatakan, setiap surat mereka yang kirimkan sudah disampaikan ke DPRD Kotim. Surat itu sebagian memang berupa tembusan.



Pos terkait