JPU Hadirkan Lima Saksi Di Sidang Tipikor Desa Bunut

sidang korupsi desa bunut
SIDANG TIPIKOR VIRTUAL: Jaksa Penuntut Umum hadirkan lima saksi dalam sidang tipikor anggaran Desa Bunut secara online, Selasa (9/11) (ISTIMEWA/RADAR PANGKALAN BUN)

NANGA BULIK – Persidangan kasus korupsi Desa Bunut memasuki agenda keterangan saksi. Sidang Tipikor di Pengadilan Negeri Palangka Raya ini digelar secara virtual. Dalam kesempatan itu Jaksa Penuntut Umum menghadirkan lima saksi.

Kelima saksi yang dihadirkan di antaranya adalah mantan Sekdes tahun anggaran 2019 Johansyah, Ketua TPK tahun anggaran 2019 Abdul Gofur, Ketua BPD tahun 2019 Ariansyah, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Muriadi dan Hadi Sujana dari Kecamatan Bulik.

Berdasarkan kesaksian mantan Sekdes, Johansyah, pada tahun 2019 merasakan adanya kejanggalan atau yang salah di desanya. Yakni ada uang yang cair tanpa adanya laporan pertanggungjawaban. Kalaupun tahun tersebut tidak diaudit, ia merasa suatu saat hal ini akan menjadi temuan.

Salah satunya terkait pekerjaan lanjutan pembangunan kantor desa dengan anggaran sebesar Rp 189 juta. Uangnya dicairkan namun tidak ada pekerjaan pembangunan. TPK juga mengaku tidak berani mengerjakannya karena waktunya mepet sudah di akhir tahun anggaran. Selain itu juga ada pembelian tanah kas desa, namun ternyata saat diperiksa BPK tanah berada di kawasan hutan.

Baca Juga :  Belasan Spanduk dan Baliho Dibongkar Paksa

Sementara itu Kepala DPMD, Muriadi dalam kesaksiannya menerangkan mekanisme pencairan dana desa. Dalam hal ini aparat desa harus melengkapi berkas persyaratan pencairan terlebih dahulu, salah satunya pertanggungjawaban anggaran yang dicairkan di tahap sebelumnya. Kemudian meminta surat rekomendasi kepada Camat. Setelah itu ke DPMD untuk mendapat surat pengantar pencairan ke BKD. Apabila syarat sudah lengkap baru bisa dicairkan oleh BKD.

“Total kerugian negara sekitar Rp 500 juta. Selain masalah pembangunan kantor desa dan pembelian tanah kas desa, ada juga BUMDes yang tidak ada pekerjaannya dan Pamsimas yang tidak selesai, padahal uangnya sudah cair semua,” ungkap Jaksa Penuntut Umum, Novryantino Jati Vahlevi usai persidangan.

Sehingga di akhir tahun anggaran, uang yang seharusnya bisa dikembalikan menjadi Silpa, tapi tidak mereka kembalikan dan tidak diketahui dihabiskan untuk apa. Selanjutnya menjadi temuan Inspektorat. Meski sudah diberi waktu 60 hari, pihak desa tidak bisa memberi pertanggungjawaban yang diminta.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *