Kasus DBD Kotim Menurun Signifikan, Ternyata Ini Penyebabnya

kasus demam berdarah dengue (DBD) menurun signifikan
FOGGING: Penyemprotan asap disinfektan di lingkungan yang ditemukan kasus DBD di wilayah Kecamatan Baamang, baru-baru tadi. (istimewa)

SAMPIT – Selama pandemi Covid-19, Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) mendata kasus demam berdarah dengue (DBD) menurun signifikan. Mengacu data, penderita DBD di Kotim paling banyak terjadi pada usia 5-14 tahun.

Dari hasil analisa Dinkes Kotim, kemungkinan besar penularan kasus terjadi di sekolah. Hal itu dibuktikan semasa pandemi Covid-19, pelajar jarang terinfeksi Covid-19 selama dilakukan pembelajaran jarak jauh (daring), sehingga kontak penularan dengan nyamuk berkurang.

Bacaan Lainnya

”Data kami tahun 2021, sejak Januari-November kasus menurun siginifikan di bandingkan tahun 2020 yang mencapai 70 kasus. Ini kemungkinan dapat terjadi karena selama pandemi Covid-19, pelajar melakukan pembelajaran jarak jauh dan ada yang positif Covid-19 memilih dirawat isolasi mandiri di rumah atau dirawat di rumah sakit,” kata Umar Kaderi, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinkes Kotim, Rabu (17/11).

Selama pandemi Covid-19, lanjutnya, perubahan gaya perilaku hidup masyarakat sehari-hari lebih cenderung menerapkan penerapan protokol kesehatan, seperti penggunaan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Masyarakat juga khawatir memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, karena takut penularan Covid-19, sehingga kemungkinan terjadinya penularan kian minim.

Baca Juga :  Gubernur Kalteng Ajak Bupati Tuntut Plasma Sawit Langsung ke Presiden

Kendati demikian, Jumat (12/11) lalu dilaporkan ada dua kasus terjadi di Jalan Sirotol Mustakim. Dinker Kotim bekerja sama dengan Puskesmas Baamang I langsung melakukan sosialisasi keliling di sekitar lokasi kasus dan melakukan pengasapan sebagai langkah pencegahan untuk memutus mata rantai penularan.

Umar meminta Puskesmas waspada dan melakukan antisipasi menekan penularan penyakit DBD dengan melakukan penanganan, seperti memeriksa dan menilai ketersediaan logistik di puskesmas, di antaranya obat-obatan, abate, peralatan, penanganan, dan pengobatan yang diperlukan sesuai potensi penyakit.

Selain itu, Umar mengingatkan tenaga kesehatan agar menyiapkan petugas untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya lonjakan kasus dengan meningkatkan  surveilans penyakit DBD, baik laporan mingguan dan bulanan untuk dimonitoring dan disampaikan ke Dinkes bila terjadi kenaikan kasus.



Pos terkait