KERAS!!! Perkebunan di Kotim Ini Bakal Diseret ke Peradilan Adat

Perusahaan Bantah Lecehkan DAD, Sebut Hanya Sekali Terima Surat Panggilan

dad kotim
KRITIK PERKEBUNAN: DAD Kotim bakal melakukan sidang adat terhadap perusahaan perkebunan PT KMA yang dinilai melecehkan lembaga adat. (RADO/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, RadarSampit.com – Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) geram dengan salah satu perusahaan perkebunan, PT Karya Makmur Abadi (KMA). Pasalnya, perusahaan tersebut dinilai tidak menggubris tiga kali surat panggilan lembaga tersebut untuk penyelesaian sengketa lahan dengan warga di Kecamatan Mentaya Hulu.

”Ada perusahaan yang tidak menghargai kearifan lokal serta ada isitiadat di Kotim, khususnya DAD. Yang pasti, perusahaan ini sudah tidak mengedepankan falsafah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung dan falsafah huma betang serta belum bahadat. Kami anggap sudah melecehkan lembaga dan hukum adat,” kata Ketua DAD Kotim Untung TR , Selasa (26/7).

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Untung menuturkan, DAD Kotim menerima laporan dari warga pada 12 Mei lalu untuk memediasi hingga mengadili laporan tersebut untuk mendapatkan kepastian hukum adat antara kedua belah pihak. Laporan itu terkait lahan yang digarap PT KMA yang disebut tak ada ganti rugi seluas 25 hektare di Desa Pahirangan dan 12 hektare di Desa Pamantang.

Baca Juga :  Proyek Jalan Pemerintah di Kalteng Ini Justru Rugikan Warga

”Surat yang diajukan pihak penggugat setelah pemeriksaan kami di DAD adalah sah. Kami sudah memanggil perusahaan tiga kali berturut-turut tanpa ada keterangan jelas. Maka itu kami menganggap perusahaan sudah tidak menghargai aturan adat dan tidak menghormati lembaga adat yang juga berarti tidak menghargai masyarakat adat,” katanya.

”Maka, dengan tindakan ini, DAD Kotim berdasarkan hasil rapat  pertama akan menjatuhkan sanksi menurut ketentuan adat. Kedua, akan melakukan sidang adat  besar. DAD Kotim tidak akan segan-segan melakukan upaya paksa menghentikan kegiatan operasional perusahaan di lapangan,” tambahnya lagi.

Untung menegaskan, pihaknya tidak ingin hak masyarakat tidak diakui dan tidak dihargai. Lahan yang digarap disinyalir tanpa ada ganti rugi dari perusahaan.

”Kami lembaga adat tidak akan diam dan tidak terima dengan sikap-sikap perusahaan seperti ini. Kasihan masyarakat yang kelola lahan itu sejak awal. Justru anehnya perusahaan ini seolah-olah dia yang menguasai lahan itu dari awal,” kata Untung.



Pos terkait