Massa Gelar Aksi, Ungkap Banyaknya Kejanggalan Perkara Kades Kinipan

Sejumlah masyarakat dari Gerakan Solidaritas untuk Kinipan menggelar aksi damai
SAMPAIKAN TUNTUTAN: Aksi damai yang digelar masyarakat dari Gerakan Solidaritas untuk Kinipan di depan Pengadilan Tipikor dan PHI Pengadilan Negeri Palangka Raya, Senin (31/1). (DODI/RADAR SAMPIT)

PALANGKA RAYA – Sejumlah masyarakat dari Gerakan Solidaritas untuk Kinipan menggelar aksi damai. Demo yang dilaksanakan di depan Pengadilan Tipikor dan PHI Pengadilan Negeri Palangka Raya tersebut dikawal ketat aparat kepolisian, Senin (31/1).

Dalam aksi itu, para demonstran yang terdiri dari Walhi, Aman Kalteng, SOB, LBH-YLBHI, GMNI, dan kerabat Willem Hengki, menyatakan Kades Kinipan Willem Hengki tidak melakukan korupsi seperti yang dituduhkan. Proses hukum tersebut merupakan bentuk pelemahan gerakan masyarakat Adat Laman Kinipan dalam memperjuangkan wilayah adat masyarakat.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Mereka meminta hakim agar memutuskan vonis bebas untuk Willem. Selain itu, juga meminta agar semua pihak menghentikan kriminalisasi masyarakat adat Kinipan dan segera mengakui wilayah adat dan masyarakat adat Kinipan.

Koordinator aksi Effendi Buhing mengatakan, pihaknya tetap menghargai proses hukum yang ada terkait persoalan tersebut. ”Kami mengikuti aturan hukum yang ada. Meskipun masyarakat Kinipan menghendaki bahwa persoalan itu tidak harus sampai persidangan. Dugaan (korupsi) itu hanya dipaksakan, hingga mengkriminalisasi Kepala Desa Kinipan,” ujarnya.

Baca Juga :  Jaksa Akhirnya Tahan Mantan Kadis Pertanian Katingan

Effendi menjelaskan, dugaan adanya kriminalisasi itu lantaran pihaknya gigih mempertahankan wilayah adat. Kriminalisasi masyarakat setempat terlihat jelas, karena mempertahankan adat. Sebelumnya juga ada penangkapan terhadap lima masyarakat, termasuk kades.

”Kami dikriminalisasi itu terlihat jelas, karena kami mempertahankan tanah adat kami dari penggusuran PT Sawit Mandiri Lestari. Maka itu kami mohon mereka menghentikan kegiatan dan mengakui wilayah adat. Aturan hukum silakan berjalan, tetapi harus benar-benar berkeadilan,” tegasnya.

Lebih lanjut Effendi mengatakan, kasus yang menjerat Willem bermula dalam pembangunan jalan usaha tani di Desa Kinipan tahun 2017. Saat itu dibuat kesepakatan antara kades sebelumnya dengan kontraktor, bahwa pembayaran dilakukan menggunakan APBDes. Namun, pembayaran tidak bisa dilakukan lantaran masa jabatan kades saat itu, Emban, telah berakhir.



Pos terkait