Ambil contoh, ketika AHY dan SBY yang kecewa ditinggalkan Nasdem di perjalanan menuju arena KPU. Anies lebih memilih Muhaimin jadi pasangannya maju ke pilpres. Menarik lagi, Gibran meninggalkan perahu politik yang mengantarkannya jadi Walikota Solo. Pastinya, ia dapat restu penuh dari orang tuanya. Namun kabar berita, Gibran juga pamit terlebih dahulu ke petinggi partainya, sebelum “keluar” perahu dalam rangka masuk arena pilpres.
Menyeberangnya Gibran ke kubu Prabowo, menarik perhatian. Ditambah diwarnai polemik keputusan Mahkamah Konstitusi. Pada Senin (16/10), MK menetapkan usia minimal capres-cawapres tetap 40 tahun. Namun ketentuan itu ditambahkan dengan catatan, warga yang belum berusia 40 tahun bisa menjadi capres/cawapres jika berpengalaman menduduki jabatan publik karena terpilih lewat pemilu.
Ramailah para pengamat politik dan pakar hukum meresponnya. Tak ketinggalan pula para netizen. Pastinya tak dipungkiri, polemik menyertai anak presiden RI itu ketika diikutkan di arena politik pilpres.
Bagaimana dengan PDIP? Nampak atmosfernya kondusif saja. Gejolak sepertinya bisa diredam ketika kader potensialnya itu memilih tak sejalan kali ini. Memang ada muncul riak-riak kecewa dari para kadernya yang lain. Hemat saya, mungkintak semuanya paham, kalau perhelatan politik ini demi kepentingan “nasional” alias keberlanjutan memenangi pemilu.
Beda kasus ketika pentolan PDI Perjuangan Budiman Sujatmiko mendukung Prabowo untuk nyapres. Reaksi PDIP keras. Tak lama surat pemecatan pun ditandatangani ketua umumnya. PDIP seperti tak mau pusing mengurus satu orang kadernya yang ber-ulah, karena lebih fokus mengurus pencalonan Ganjar Pranowo, ketika itu.
Namun, ketika yang “ber-ulah” anak orang nomor satu di negeri ini. PDIP menyikapinya lebih lunak.Walau pahit, tetap dikawal sampai tugas memimpin negara ini berakhir. Buktinya, menteri-menteri dari partai pemenang pemilu ini tetap ada di istana.
Hemat saya, penetapan suksesor ketua umum PDIP selanjutnya setelah Megawati lebih penting dari pada memenangi pilpres. Termasuk tetap bertahan di puncak klasemen pemenang pemilu. Ramalan saya, tak lain, Puan Maharani lah yang akan jadi penerus ibunya. Sementara urusan pilpres, para politikus di istana lebih apik mengaturnya.