Pemuda Dayak Pertanyakan Kelanjutan Proses Hukum Adat Kasus Miras

miras
Ilustrasi. (Muhammad Faisal/Radar Sampit)

SAMPIT – Proses hukum adat terhadap terlapor pemilik toko minuman keras Cawan Mas di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dinilai tak jelas. Padahal, hasilnya dinanti masyarakat. Apalagi transaksi di toko miras tersebut kembali bergeliat.

”Saya minta penjelasan bagaimana proses hukum adat setelah dilaporkan kemarin, karena saat ini publik masih menunggu bagaimana tindak lanjutnya,” kata tokoh pemuda Dayak Kotim Rimbun, Rabu (22/9).

Bacaan Lainnya

Rimbun menuturkan, pelaporan oleh masyarakat terhadap pemilik toko miras itu merupakan salah satu upaya menjaga marwah pemerintah daerah. Apalagi setelah sempat terjadi keributan antara pemilik toko miras dengan Wakil Bupati Kotim Irawati. Publik tidak terima Wabup Kotim diperlakukan demikian.

”Saya juga sebagai masyarakat Kotim turut terpanggil untuk peduli dengan apa yang dilakukan terhadap Wakil Bupati Kotim yang notabenenya merupakan representasi masyarakat Kotim. Makanya saya tegaskan, jangan main-main dengan hal tersebut,” ujarnya.

Baca Juga :  Perempuan "Pirang" Setengah Bugil Ternyata Masih Keliaran di Sampit

Dia tidak ingin lembaga adat main-main dengan kasus adat yang dilakukan oknum pengusaha miras diduga ilegal itu. Sebab, jika dianggap enteng, akan jadi bumerang bagi eksistensi kelembagaan adat daerah. Apalagi kasus itu jadi sorotan publik lantaran kurang terbukanya hasil persidangan adat terhadap terlapor saat itu.

”Hukum adat ada aturannya, di mana terlapor nanti dibebankan biaya denda sesuai tingkat kesalahan. Nah, di situ harus disampaikan apa saja hasilnya. Bagaimana vonis atau putusan terhadap terlapor itu,” ujar Rimbun.

Rimbun menduga sidang adat itu kemungkinan sudah selesai. Sebab, ketika dia melintas  di toko yang dilaporkan, sudah tidak ada lagi hinting pali atau sejenisnya yang sebelumnya dipasang untuk menyegel toko miras di Jalan Tjilik Riwut kawasan Stadion 29 November tersebut.

”Saya lewat kok sudah tidak ada dan sepertinya beraktivitas lagi. Bagaimana bisa terjadi? Artinya, ada sesuatu yang belum diketahui publik dan harusnya lembaga adat bisa menyampaikan perkembangan proses atas pelanggaran adat tersebut,” tegas Rimbun.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *