Petani Sawit Kobar Terancam Bangkrut Massal

pemanen sawit
TERANCAM BANGKRUT: Salah seorang petani sawit di Desa Kumpai Batu Bawah, Kecamatan Arsel, Kabupaten Kotawaringin Barat saat memanen hasil kebunnya belum lama ini. (ISTIMEWA/RADAR PANGKALAN BUN)

PANGKALAN BUN, radarsampit.com – Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) semakin tidak terkontrol. Harganya terjun bebas hingga membuat petani mandiri pasrah dan terancam bangkrut karena tak mampu membiayai operasional perawatan.

Terakhir harga sawit jatuh di harga Rp600 perkilogramnya, harga tersebut mematahkan semangat para petani yang semula sumringah dengan harga TBS mencapai Rp3500 per kilogram.

Menyikapi kondisi tersebut, Anggota Komisi IV DPR RI Bambang Purwanto mendesak agar pemerintah segera turun tangan guna mengatasi anjloknya harga buah kelapa sawit di tingkat petani mandiri.

Ia khawatir bila hal itu terus berlarut maka akan berdampak terhadap kelangsungan usaha perkebunan masyarakat dan petani akan gulung tikar.

bambang purwanto 1
Anggota DPR RI Bambang Purawanto

“Peran pemerintah sangat dibutuhkan mengatasi persoalan ini, pemerintah harus mampu mengatur agar kebijakannya tidak merugikan petani kecil, kalau kondisi terus begini petani terancam bangkrut massal,” tandasnya Senin (11/7).

Pemerintah juga diminta agar menyesuaikan tarif ekspor CPO yang dinilai terlalu tinggi, hal itu secara tidak langsung turut andil dalam membawa dampak bagi petani sawit skala kecil atau mandiri.

Baca Juga :  Sikapi Tingginya Harga Daging Ayam Potong, Pj Bupati Kobar Sidak Pasar Indra Sari

Menurutnya harga buah kelapa sawit dipengaruhi oleh kondisi hilirnya, jika pajak ekspor dan penerimaan negara lain terlalu tinggi, dan eksportir tidak mau rugi sehingga dibebankan kepada petani melalui harga TBS petani yang murah, bisa dikatakan pajak tersebut yang nanggung adalah petani.

Disampaikannya dalam kondisi darurat seperti saat ini, ia berharap pemerintah menyetop terlebih dahulu penerimaan negara, agar mata rantai industri kelapa sawit kembali normal, dan kemudian selanjutnya ditata ulang. Dengan begitu maka petani yang beberapa waktu ini terpuruk dapat diselamatkan.

“Bukan hanya persoalan regulasi sebagai jalan keluar, tetapi juga harus ada intervensi dari pemerintah dengan masuk bukan hanya sampai ke hulu tetapi sampai kehilirnya,” tegasnya. (tyo/sla)



Pos terkait