Semakin Produktif saat Pandemi Berkat Electrifying Agriculture

Agriculture Electrifying hidroponik PLN,hidroponik,Electrifying Agriculture,hidroponik nft,hidroponik selada,radar sampit,monica radar sampit,listrik
HIDROPONIK: Para Petani Hidroponik di Kota Sampit, Kalimantan Tengah. (HERU PRAYITNO/RADAR SAMPIT)

Oleh Heru Prayitno

Semua lini hampir lumpuh saat awal pandemi Covid-19. Sebaliknya, pertanian sistem hidroponik justru bermunculan. Awalnya hanya untuk mengisi waktu luang selama work from home, kini hidroponik jadi usaha sampingan yang menjanjikan.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Ada puluhan pegiat hidroponik yang bermunculan di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, saat pandemi Covid-19. Mereka berasal dari beragam latar belakang profesi, mulai dari sopir, wartawan, guru, bankir, polisi, pegawai BUMN, hingga montir.

Teguh Prihantoro, contohnya. Pegawai BUMN yang tinggal di Jalan Melon, Sampit, ini memanfaatkan waktu luang selama work from home untuk membangun usaha sampingan di depan rumahnya pada Juni 2020. Dia membuat 12 instalasi hidroponik sistem rakit apung di atas lahan 10 meter x 25 meter dengan kapasitas total 4.200 titik tanam. Kebun hidroponiknya ditopang 24 pompa aerator berdaya 25 watt.

Dengan harga jual sayur Rp 2.500 per pohon, omset yang didapat dari hasil panen mencapai Rp 10.500.000. Sedangkan biaya produksi bulanan yang dikeluarkan Rp 2.725.000 yang terdiri dari pupuk Rp 900 ribu, media tanam rockwoll Rp 225 ribu, bibit Rp 300 ribu, air PDAM Rp 200 ribu, listrik Rp 600 ribu, dan lain-lain Rp 500 ribu.  Dengan keuntungan bersih bisa mencapai Rp 7.775.000 per bulan, maka modal awal pembangunan kebun sebesar Rp 40 juta bisa kembali dalam waktu enam bulan.

Baca Juga :  Kabapas Sampit Tekankan Semangat Nasionalisme

Melihat hasil yang menjanjikan, Teguh menambah kebun baru lagi dengan kapasitas 5.120 titik tanam dengan omset Rp 12,8 juta per bulan. Kali ini instalasinya menggunakan pipa PVC dengan sistem Nutrient Film Tecnique (NFT). Instalasi ditopang delapan pompa air 45 watt dengan biaya listrik sekitar Rp 375 ribu per bulan.

Menurutnya, biaya listrik untuk hidroponik rakit apung hanya lima persen dari omset per bulan, sedangkan sistem NFT hanya tiga persen dari omset bulanan. ”Sistem NFT lebih hemat listrik dibandingkan rakit apung. Tapi sistem NFT tidak boleh ada pemadaman listrik. Untungnya pasokan listrik di Sampit stabil, jarang sekali pemadaman,” terangnya.



Pos terkait