Sengketa Kepemilikan Kebun Dimenangkan Alpin Cs, DAD Kotim Abaikan Surat Biro Hukum DAD Kalteng

kelapa sawit
Ilustrasi kelapa sawit (Dery Ridwansah/JawaPos.com)

SAMPIT, radarsampit.com – Sengketa kepemilihan perkebunan antara Alpin Laurence dan Hok Kim alias Acen di Desa Pelantaran, Kecamatan Cempaga Hulu, akhirnya diputuskan melalui sidang adat di Kantor Dewan Adat Dayak (DAD) Kotim, Senin (29/8). Selain memutuskan kepemilikan, sidang itu juga mengggugurkan keputusan sidang adat sebelumnya di wilayah Cempaga Hulu.

Sidang yang disebut Basara Hai itu dipimpin Majelis Kerapatan Adat Duwin atau Damang Cempaga Hulu. Sidang hanya dihadiri Alpin Cs, tanpa Hok Kim alias Acen, pihak yang bersengketa.

Bacaan Lainnya

Hasil Keputusan Majelis Adat, kata Duwin, menggugurkan putusan adat sebelumnya, mengembalikan hak penggugat sebagai pemilik (Alpin Cs), memerintahkan tergugat (Acen) mengembalikan bagian hak penggugat  sebagai pemilik dan pemimpin perusahaan tersebut.

Kemudian, memerintahkan tergugat mengembalikan pembayaran hasil penjualan tandan buah segar yang tidak dibayar sejak Oktober 2021 sampai sekarang kepada penggugat. Memberikan ruang kepada penggugat untuk membawa perkara itu ke hukum positif dan membebankan kepada penggugat untuk membayar uang meja senilai Rp 49 juta. Selain itu, menghukum tergugat membayar denda adat senilai Rp 165 juta.

Baca Juga :  Seleksi Kompetensi PPPK Kotim Dijadwalkan November

Sementara itu, Ketua DAD Kotim mengatakan, sudah tidak ada ruang lagi bagi Hok Kim alias Acen melalui jalur adat. Namun, Acen masih bisa menempuh jalur gugatan hukum perdata di Pengadilan Negeri Sampit.

”Kemudian di pengadilan nanti keputusan hukum adat ini bisa jadi bukti yang diajukan oleh pihak terkait. Tetapi, untuk keputusan damang tidak bisa diganggu lagi,” tegasnya.

Sementara itu, salah satu Damang yang mengadili perkara itu, Kardinal Tarung mengatakan, keputusan itu bukan keputusan perdamaian adat, melainkan keputusan adat. Sebab, kedua belah pihak tidak mendapatkan kata sepakat dan berdamai untuk menyelesaikan masalahnya.

”Ini keadaan luar biasa, sehingga dilaksanakan Basara Hai. Pihak tergugat kehilangan kesempatan membela diri, sehingga kami pertimbangkan dan memperlakukan tergugat ini,” katanya.

Dia menambahkan, hasil sidang adat menghukum tergugat melaksanakan putusan tersebut. ”Kalau di hukum adat, tidak ada lagi istilah peninjauan kembali. Keputusan adat ini final dan mengikat. Entah kalau ada yang bawa ke hukum positif. Terserah mereka,” ujar Kardinal.



Pos terkait