Serunya Cerita Dalang Kadriansyah dalam Pertunjukan Wayang Banjar di Sampit

Nonton Semalam Suntuk, Penonton Dibuat Terharu Kisah Pilu

boks wayang kulit banjar (hgn) 2
LESTARIKAN KESENIAN: Dalang Muhammad Kadriansyah saat memainkan karakter wayang kulit dalam Pagelaran Wayang Kulit Banjar Panca Lima di halaman Kantor Bupati Kotim, Jumat (10/3) malam. (HENY/RADAR SAMPIT)

Puluhan tahun pertunjukan wayang kulit Banjar dari Kalimantan Selatan tak pernah digelar di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Jumat (10/3) malam lalu, Bupati Kotim Halikinnor mendatangkan langsung pertunjukan wayang banjar secara spesial untuk melestarikan budaya tersebut.

HENY-radarsampit.com, Sampit

Bacaan Lainnya

Rumput halaman Kantor Bupati Kotim di Jalan Jenderal Sudirman masih basah selepas hujan yang mengguyur Kota Sampit, Jumat (10/3) sore. Suara jangkrik dan binatang malam lain terdengar samar-samar.

Terpal cokelat tua yang dibentangkan mulai terisi sejumlah masyarakat. Jumlahnya tak lebih dari 100 orang. Termasuk para pria berpakaian kuning dari grup Laung Kuning Banjar Sampit.

Di sisi berbeda, sejumlah pejabat nampak duduk di kursi. Wajah mereka samar terlihat karena gelapnya malam dan lampu yang temaram. Sesekali terdengar suara gelak tawa laki-laki yang suaranya begitu familiar di kalangan masyarakat Kotim. Ada Bupati Kotim Halikinnor, Wakil Bupati Kotim Irawati, dan sejumlah pejabat lainnya.

Baca Juga :  UMKM Kotim Gelar Bazar di Kawasan Volly Indoor

Mereka ikut menyaksikan pertunjukan wayang kulit Banjar asal Grup Panca Lima Kandangan yang malam itu sedang pentas di halaman Kantor Bupati Kotim.

Sudah dua jam lebih Dalang Muhammad Kadriansyah (50) menceritakan kisah tentang seorang pemuda yang ingin menikah dengan seorang putri dari kayangan. Bagi masyarakat yang bukan penggemar wayang, menontonnya mungkin tak betah berlama-lama. Namun, bagi pencinta wayang kulit Banjar, mereka larut dibuai cerita yang dibawakan sang dalang semalam suntuk.

Penonton hanya melihat bayang-bayang wayang kulit yang dikendalikan dalang di balik kelir dengan pencahayaan minim. Di balik layar, hanya ada lampu belencong semacam lentera yang terkadang sengaja digoyang agar wayang kulit terlihat lebih hidup. Selain dalang, ada pula beberapa pemain musik yang memainkan angklung, gamelan, dan alat musik tradisional lainnya.

Setiap kalimat dalang meluncur dari mulutnya, terdengar seperti suara alat ketik zaman dulu yang sumber suaranya dari alat musik. Suara itu sebagai tanda jeda dari setiap cerita yang dibawakan dalang.



Pos terkait