WASPADA!!! Remaja Kotim Rentan Menderita Anemia

tanda tangan mou
MOU: Kepala Dinkes Kotim Umar Kaderi bersama sejumlah Kepala SOPD menandatangani MoU terkait penanganan stunting, beberapa waktu lalu. (DOK. YUNI/RADAR SAMPIT)

SAMPIT, radarsampit.com – Kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktivitas fisik, meneybabkan remaja rentan menderita anemia. Bahkan, di Indonesia, 3-4 dari 10 remaja menderita anemia karena dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.

”Kebiasaan asupan gizi yang tidak optimal dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan remaja rentan menderita anemia,” kata Kepala Dinkes Kotim Umar Kaderi.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

Dia melanjutkan, kondisi anemia dapat terjadi pada semua fase dalam daur kehidupan. Adapun salah satu kelompok yang berisiko tinggi mengalami anemia adalah kelompok remaja usia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan salah satu periode terjadinya percepatan pertumbuhan dan perkembangan yang menyebabkan peningkatan kebutuhan zat besi dalam tubuh.

Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, 2013, dan 2018, terlihat adanya tren peningkatan prevalensi anemia pada remaja. Pada 2018, terdapat 32 persen remaja di Indonesia yang mengalami anemia. Artinya, terdapat sekitar 7,5 juta remaja Indonesia yang berisiko mengalami hambatan dalam tumbuh kembang, kemampuan kognitif, dan rentan terhadap penyakit infeksi.

Baca Juga :  Warisan Proyek Multiyears di Kotim Belum Selesai, Mantan Legislator Merasa Dibohongi

Umar menuturkan, upaya pencegahan anemia pada remaja melalui tablet tambah darah pada remaja putri merupakan intervensi spesifik yang sangat strategis untuk mempersiapkan calon ibu yang sehat dan melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

”Tablet tambah darah pada remaja putri diberikan sebanyak satu tablet setiap minggu,” katanya.

Dengan demikian, tambahnya, dalam satu tahun minimal 52 tablet diberikan untuk mencegah terjadinya anemia. Umumnya, tablet tambah darah tersebut didistribusikan di sekolah melalui puskesmas di Kotim.

Terkait dengan arah pembangunan kesehatan, kata Umar, dititikberatkan pada upaya promotif dan preventif, karena dapat memberikan dampak yang lebih luas dan lebih efisien dari sisi ekonomi. Perbaikan gizi masyarakat yang difokuskan pada seribu hari pertama kehidupan dan usia remaja menjadi komponen utama pembangunan kesehatan yang berkelanjutan, sebagai investasi dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.



Pos terkait