SAMPIT, radarsampit.com – Praktik ijon proyek di eksekutif dan legislatif harus dicegah dari awal sejak perencanaan hingga pelaksanaannya. Praktik itu biasanya terjadi di awal tahun anggaran. Sebab, di situ pekerjaan proyek akan dimulai dengan pengondisian terhadap rekanan.
Hal tersebut disampaikan pemerhati hukum dan kebijakan publik di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Agung Adisetiyono. Menurutnya, tindak pidana korupsi pada proyek pemerintah daerah bermula dari ijon proyek.
”Hal itu membuat lelang proyek hanya formalitas, karena siapa yang mengerjakan proyek yang dilelang sebenarnya sudah ditentukan saat awal perencanaan. Praktik ini hampir terjadi di sejumlah daerah di Tanah Air. Dibuktikan dari beberapa perkara yang disidangkan di lembaga peradilan,” katanya, Sabtu (2/3).
Agung melanjutkan, di kalangan wakil rakyat, modus yang dilakukan hampir sama, yaitu bagaimana anggota DPRD mencari keuntungan untuk dirinya sendiri dalam proses persetujuan APBD maupun penentuan para pemenang lelang proyek pekerjaan.
Lebih parahnya lagi, menggunakan dana aspirasi itu untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Praktik fee 10-15 persen dipungut dari pihak rekanan sudah kerap terdengar.
”Praktik ini paling marak terdengar di proyek penunjukan langsung atau yang nilainya di bawah Rp200 juta. Di situ tetap juga mainan fee itu terjadi,” ujarnya.
Selama ini, tambahnya, praktik itu belum pernah disentuh aparat penegak hukum di Kotim. Dia mengingatkan DPRD sebagai representasi aspirasi masyarakat, seharusnya menjalankan tugasnya dalam mengawasi dan memastikan jalannya pemerintahan dan pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah agar sesuai dengan ketentuan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
”Harusnya jangan ikut bermain dan kami dorong DPRD Kotim bisa begitu, sehingga pembangunan yang sehat itu tercipta. Tapi, kalau sudah eksekutif bermain, ditambah lagi legislatifnya ikut cawe-cawe, maka di situlah praktik korupsi itu akan merajalela,” tegasnya.
Catatan Radar Sampit, praktik mafia dalam pengelolaan anggaran pembangunan dan belanja daerah (APBD) Kotim disinyalir masih terjadi. Akibatnya, terjadi kebocoran dalam APBD Kotim yang berimbas pada tak maksimalnya pembangunan. Praktik mafia anggaran yang masih bergentayangan itu sulit diungkap.