Bupati Kotim Kecewa Perkebunan Langgar Instruksi

halikinnor
Bupati Kotim Halikinnor

SAMPIT, radarsampit.com – Situasi Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) jangan sampai dibuat mendidih alias bergejolak akibat konflik pertanahan terkait perkebunan. Pola penanganan yang salah akan berakibat buruk dan menjadi masalah sosial yang terus berkelanjutan.

Hal tersebut ditegaskan Bupati Kotim Halikinnor terkait sengketa antara warga dengan perkebunan di wilayah Desa Luwuk Bunter, Kecamatan Cempaga, Senin (24/10/2023). Dia mengaku kecewa pada perusahaan perkebunan PT Borneo Sawit Perdana (BSP) yang  melakukan aktivitas  di lahan bermasalah. Camat Cempaga diperintahkan menghentikan aktivitas itu sampai ada penyelesaian dengan masyarakat.

Bacaan Lainnya

”Persoalan di Luwuk Bunter sudah jadi perhatian dan atensi saya langsung kepada camat untuk menarik semua alat berat di lahan yang bermasalah. Sejak awal saya sudah instruksikan dan ada kesepakatan dengan warga, tapi kenapa bisa masuk lagi alat berat? Sementara (masalahnya) masih belum selesai,” tegas Halikinnor.

Baca Juga :  Pemkab Kotim dan Keluarga Besar Korpri Gelar Halalbihalal

Halikinnor mengaku telah menelepon langsung Camat Cempaga untuk menahan alat berat tersebut dan memastikan areal bermasalah tidak ada penggarapan lagi. Selain itu, dia juga mendengar di areal sengketa terjadi tumpang tindih antarkelompok masyarakat.

Persoalan tersebut harus diselesaikan dengan sangat hati-hati oleh tim yang dibentuk. Pasalnya, salah sedikit saja bisa berujung konflik terbuka, yakni bentrok di lapangan sesama masyarakat.

Halikinnor tidak ingin itu terjadi. Karena itu, dia mewanti-wanti PT BSP tidak main-main. Apalagi mengadu sesama masyarakat di lapangan. ”Di lapangan itu jangan ada benturan. Apalagi masyarakat sesama masyarakat,” tegasnya.

Lebih lanjut Halikinnor mengatakan, dirinya akan memantau langsung penyelesaian  sengketa tersebut dalam waktu yang disepakati, yakni 30 hari sejak ada kesepakatan di Kantor Camat Cempaga.

Dia kembali menegaskan, kondisi Kotim yang sudah kondusif jangan sampai bergejolak akibat salah pola penanganan. Upaya warga menuntut hak atas tanah hendaknya bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat, sebagaimana falsafah huma betang.



Pos terkait