Terkait Dugaan Pungli di SPBU Sampit, Penegak Hukum Diminta Tegas Jangan Hanya Sekedar Janji

Masyarakat Akan Mengawasi, DPRD Sebut Pelaku Hanya Pion

ilustrasi pungli
ilustrasi

SAMPIT, radarsampit.com – Praktik pungutan liar (pungli) di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Sampit kembali mencuat ke permukaan.

Meskipun masalah ini telah berulang kali menjadi perhatian, hingga kini belum ada solusi yang tuntas. Penanganan baru dilakukan ketika insiden tersebut menjadi viral di media sosial.

Bacaan Lainnya

Perhatian publik tertuju pada kasus ini setelah seorang sopir truk berani merekam momen saat dirinya dimintai sejumlah uang oleh sekelompok orang di SPBU.

Video tersebut tersebar di media sosial sejak Kamis (12/9) dan langsung mendapat sorotan luas.

Video yang awalnya dibagikan di TikTok itu memperlihatkan sang sopir yang hendak mengisi bahan bakar di SPBU dekat kawasan Bandara Haji Asan Sampit, dengan membawa uang Rp100 ribu.

Namun, ia dimintai uang sebesar Rp200 ribu oleh sekelompok orang yang diduga kerap berkeliaran di SPBU tersebut, dengan alasan untuk jasa parkir.

Baca Juga :  Bisnis Besar Ikut Pusing Masifnya Ekspansi Minimarket Berjaringan di Sampit

Tarif parkir yang dianggap tidak masuk akal itu dipertanyakan oleh sopir. Kelompok tersebut berdalih bahwa uang itu bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan akan disetorkan kepada pihak lain, termasuk oknum aparat penegak hukum.

“Kami tidak makan sendiri, uang ini disetorkan ke polisi, Sabhara, SPKT, Polsek,” kata salah satu pelaku dalam video tersebut.

Masalah pungli berkedok jasa parkir ini sebenarnya sudah lama menjadi keluhan di kalangan sopir. Berdasarkan catatan Radar Sampit, keluhan serupa muncul setiap tahun.

Ketika masalah ini menjadi perhatian publik, pihak berwenang biasanya merespons dengan janji penanganan. Namun, masalah tersebut terus berulang.

Pada tahun 2022, sejumlah sopir juga mengeluhkan pungutan yang mereka alami saat mengisi BBM di SPBU, dengan nominal mencapai Rp50 ribu hingga Rp600 ribu.

Para sopir merasa tidak memiliki pilihan lain selain membayar karena mereka sangat membutuhkan solar, meskipun mereka kecewa karena aparat seolah-olah tidak mengambil tindakan tegas terhadap praktik ini.

Keluhan ini sempat ditanggapi oleh Polres Kotim, yang menjanjikan akan menyelidiki persoalan tersebut. Namun, satu tahun kemudian, masalah yang sama kembali muncul, bahkan berlanjut hingga tahun ini.



Pos terkait