Amira Hilyatun Nisak Bayi Istimewa yang Lahir dengan 24 Jari Tangan dan Kaki

bayi istimewa
Bayi Amira Anisatul Nisak didampingi ibunya di Camplong, Sampang, Madura, Jawa Timur. (JPRM)

Radarsampit.com – Anak adalah anugerah, titipan Allah kepada hambanya. Sebagai pelengkap kehidupan berumahtangga. Termasuk di keluarga pasangan Fausi dan Subaidah. Anak ketiganya memiliki keistimewaan dibanding yang lainnya. Simak liputan Jawa Pos Radar Madura (Jawa Pos Group) ini.

============================

Bacaan Lainnya

Seorang bapak bernama Fausi sedang memperhatikan burung perkutut peliharaannya di halaman rumah. Dia duduk sendirian di atas lencak menghadap ke selatan di Dusun Mandala Barat, Desa Sejati, Kecamatan Camplong, Sampang. Sementara istrinya, Subaidah, sedang menyusui buah hatinya di teras rumah.

Perempuan berusia 30 tahun itu baru melahirkan anak ketiga. Bayi berjenis kelamin perempuan itu lahir tepatnya Selasa (23/1/2024) lalu. Seperti biasa, bayi menangis setelah dilahirkan.

Hanya saja, Subaidah kepikiran karena putrinya tidak berhenti menangis sampai hendak mau dibawa pulang. Sebab, saat itu dia melahirkan di tempat praktik bidan desa. Ketika dicek, bidan menghitung jari tangan dan kaki bayi itu dan ternyata masing-masing ada enam.

Baca Juga :  Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar Targetkan Menang 55 Persen di Madura

”Anehnya, setelah itu anak saya tidak menangis lagi. Mungkin dia (bayi) menangis karena ingin ngasih tahu (kalau jarinya lain),” cerita Fausi kepada Jawa Pos Radar Madura (Jawa Pos Group).

Pria berusia 40 tahun itu mengaku kaget ketika melihat ada yang tidak umum pada organ tubuh putrinya. Meski begitu, dia tidak menganggap bahwa itu sebagai cacat fisik. ”Ini bagian anugerah dari yang Kuasa,” ujarnya.

Fausi dan Subaidah memberi nama putrinya Amira Hilyatun Nisak. Subaidah mengatakan, sejauh ini kesehatan Amira stabil. Dia rutin memberikan air susu ibu (ASI) kepada putrinya tersebut.

Ibu tiga anak itu tidak pernah mengalami hal-hal yang aneh selama mengandung Amira. Hanya, dia merasakan gerakan Amira lebih pasif dibandingkan kehamilan anak pertama dan kedua.

Dia juga rutin datang ke pos pelayanan terpadu (posyandu) sejak masa kehamilan empat bulan. ”Kalau merasakan gerakan di dalam perut, saya sudah ada firasat kalau perempuan karena lebih pelan dibanding kakak-kakaknya,” tuturnya.



Pos terkait