SSSTTTTT!!!! Ternyata Ini Alasan Polisi Belum Bisa Menangkap Bos Besar Narkoba

penangkapan sabu satu kilogram
TANGKAPAN BESAR: Kapolres Lamandau AKBP Bronto Budiyono menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus sabu 1 kologram, Senin (15/8), di Aula Satryo Pambudi Luhur, Polres Lamandau. (RIA/RADAR SAMPIT)

NANGA BULIK, radarsampit.com – Sejak Januari – Agustus 2022, Satnarkoba Polres Lamandau mengungkap 17 kasus peredaran narkotika. Sebanyak tiga tangkapan di antaranya mendapatkan barang bukti besar, yakni 4 kg, 2 kg, dan terakhir 1 kg.

Barang haram tersebut diduga berasal dari Malaysia. Pasalnya, hampir sebagian besar modus operandinya, sabu dibungkus dalam kemasan teh dengan tulisan aksara cina merek Guanyinwang, lalu dikirim menggunakan kurir. Siasat peredaran yang rapi menyulitkan polisi memburu bos besar barang haram itu.

Bacaan Lainnya
Pasang Iklan

”Kurir ini tidak mengenal bandar besarnya. Baik pengirim maupun pemesan, mereka menggunakan sistem putus,” kata Kapolres Lamandau AKBP Bronto Budiyono.

Saat pengiriman, lanjutnya, kurir mengambil barang di lokasi tertentu sesuai perintah dari telepon, sehingga tidak bertemu langsung dengan pemasok. Kurir kemudian diberi upah dengan kisaran Rp 5 juta – Rp 10 juta per kg.

”Saat kami lakukan tracking terhadap nomor handphone tersebut, sudah mati atau tidak aktif dengan posisi berada di luar negri. Nomornya juga nomor luar negeri. Kalau nomor Indonesia mungkin masih bisa terlacak,” ujarnya.

Baca Juga :  Halikinnor Tak Ingin Wariskan Utang bagi Pemerintahan Selanjutnya

Hal itulah yang membuat aparat kesulitan melacak bandar besar sabu yang selama ini mengirim berkilo-kilo sabu dari Kalbar menuju Kalteng, Kalsel, dan  Kaltim.

Hal serupa juga terjadi dalam sistem penerimaan sabu. Pemesan menggunakan kurir untuk mengambil barang. Barang akan dilempar di suatu tempat, lalu kurir suruhan pemesan mengambil barang tersebut untuk disimpan lagi di tempat lain.

”Sama. Kurir suruhan pemesan ini juga menyatakan tidak tahu dan tidak kenal dengan yang menyuruhnya. Dia hanya dijanjikan akan dibayar jika misi berhasil,” ungkapnya.

Para kurir, lanjutnya, biasanya mengaku pekerjaan haram tersebut mereka ambil demi memenuhi biaya hidup, karena mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Hanya pekerja serabutan, sehingga apa pun dilakukan demi menghasilkan uang. Tak jarang pula kurir yang bukan pecandu atau pemakai sabu.

Gagalnya pengiriman sabu seberat 1 kg yang diperkirakan senilai sekitar Rp 1 miliar itu, kata Bronto, setidaknya telah menyelamatkan sekitar sepuluh ribu jiwa manusia. Dengan asumsi setiap pecandu mengonsumsi sebanyak 0,1 gram per hari. (mex/ign)



Pos terkait