Dugaan Sindikat Mafia Tanah di Luwuk Bunter Menguat

Praktik Busuk Perampasan Lahan

luwuk bunter
PERTAHANKAN LAHAN: Aksi warga yang protes terhadap penggarapan di atas lahan miliknya. (ISTIMEWA/RADAR SAMPIT)

”Ada dugaan pembuatan SPT, semacam praktik mafia tanah bersama sindikatnya.”

Ricko Kristolelu (Panglima Tantara Adat Mandau Talawang Kalteng)

SAMPIT, radarsampit.com – Dugaan adanya permainan mafia tanah dalam konflik lahan di Desa Luwuk Bunter kian menguat. Hal itu terungkap dalam rapat internal di Desa Luwuk Bunter akhir pekan lalu. Rapat itu juga menyingkap dugaan praktik busuk untuk merampas lahan warga.

Bacaan Lainnya

Pada persamuhan yang membahas permasalahan lahan warga yang digarap PT Borneo Sawit Perdana (BSP) tersebut, terungkap ada surat tanah yang diduga kuat dipalsukan.

Panglima Tantara Adat Mandau Talawang Kalimantan Tengah Ricko Kristolelu selaku kuasa salah satu warga pemilik lahan menyebutkan, tanah warga belum diganti rugi dan sudah dijual pihak lain tanpa sepengetahuan pemiliknya. Padahal, warga sudah bertahun-tahun berkebun dan mengelola lahan dalam kawasan irigasi tersebut.

Dia melanjutkan, warga telah melapor ke aparat kepolisian terkait pembuatan 16 buah  Surat Pernyataan Tanah (SPT) tanpa nomor register. Dokumen tersebut diduga bodong. Aparat penegak hukum diharapkan bisa menyerat sindikat mafia tanah tersebut.

Baca Juga :  Melihat Pelayanan di RSUD dr Murjani Sampit Awal Tahun 2024

”Dalam pertemuan tersebut warga juga menanyakan kepada Kades Luwuk Bunter tentang proses pembuatan SPT itu dan alasan kenapa kepala desa menandatanganinya. Kades menjawab SPT itu dibuat sendiri oleh pihak PT BSP dan bukan oleh pemerintah desa. Kades tidak bisa memberikan jawaban memuaskan, kenapa mau menandatangani SPT tersebut,” kata Ricko.

Mendengar jawaban kades, warga kaget dan kecewa. Warga merasa pembuatan SPT tersebut menyalahi prosedur hukum dan melanggar undang-undang. Surat itu harusnya dibuat pemerintah desa, bukan perusahaan yang baru saja berinvestasi di wilayah itu.

”Dari pertemuan tersebut semakin terang benderang, ada dugaan pembuatan SPT, semacam praktik mafia tanah bersama sindikatnya, yang mana SPT sebanyak 16 buah itu menggunakan nama warga desa lain untuk menjual lahan di Desa Luwuk Bunter,” katanya.

Menurutnya, kondisi itu mengancam kondusifitas di wilayah tersebut. Pasalnya, oknum perusahaan sengaja menggunakan nama warga lain untuk menguasai lahan. Padahal, semuanya disinyalir akal-akalan. Potensi ricuh bisa terjadi karena warga yang tergusur kebunnya bisa diadu domba dengan warga desa lainnya yang namanya digunakan untuk menguasai lahan.



Pos terkait