SAMPIT, radarsampit.com – Rencana Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Halikinnor yang ingin melaksanakan peletakkan batu pertama pembangunan limbah sampah medis dan non medis di kawasan tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di Jalan Jenderal Sudirman Kilometer 14 pada Agustus lalu diundur karena terkendala izin. Proses perizinan yang begitu banyak menyebabkan pembangunan tak berjalan sesuai rencana.
“Lahan sudah siap, tinggal peletakkan batu pertama (tanda dimulainya pembangunan). Saya ingin peletakkan batu pertama dilaksanakan Agustus, tapi perusahaan tidak mau sebelum perizinan lengkap. Saat ini Pemkab Kotim masih berproses menunggu hasil izin amdal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),” kata Halikinnor, Jumat (7/10).
Halikinnor memperhitungkan pembangunan limbah dapat dimulai Januari 2023 dengan estimasi penyelesaian selama 8 bulan. Sehingga, di awal Januari 2024 bertepatan dengan HUT Kotim yang ke-70 tahun pada 7 Januari 2024 nanti, pembangunan limbah sampah dan limbah medis dapat operasional.
“Kalau tidak ada hambatan ataupun kendala, peletakkan batu pertamanya kalau bisa dilaksanakan akhir tahun ini. Sesuai informasi dari PT Bumi Resik (pihak ketiga) ada beberapa tahapan terutama persoalan kelengkapan izin yang membuat proses pembangunan menjadi agak terhambat. Tetapi, saya upayakan peringatan HUT Kotim yang ke-70 tahun nanti, bangunan limbah sampah dan medis dapat segera operasinal di tahun 2024,” ujarnya.
Catatan Radar Sampit, Pemkab Kotim telah menggandeng pihak ketiga. Kerjasama ditindaklanjuti pada 4 September 2021 dengan melaksanakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) atau perjanjian kerjasama antara Pemkab Kotim dengan PT Bumi Resik Nusantara Raya.
Pemkab Kotim kemudian kembali melaksanakan pertemuan kedua dengan PT Bumi Resik Nusantara Raya. Pemkab menyiapkan lahan seluas 3 Ha yang nantinya akan dibangun pabrik industri pengelolaan sampah limbah medis dan non medis.
Direktur PT Bumi Resik Nusantara Raya Djaka Winarso mengatakan setelah penandatanganan MoU, pembentukan tim melakukan studi kelayakan dengan menurunkan tim dari Jakarta ke lokasi selama tiga sampai enam bulan.