MIRISNYA!!! Perkebunan Panen Kucing-kucingan, Warga Justru Dituduh Mencuri

Ketika Perkebunan Sawit Terus Menuai Polemik

Persoalan terkait perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) seolah tak ada habisnya
DIHENTIKAN WARGA: Aksi protes warga yang menghentikan secara paksa panen yang dilakukan karyawan perusahaan di areal Koperasi Hatantiring, Kecamatan Cempaga. (IST/RADAR SAMPIT)

SAMPIT – Persoalan terkait perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) seolah tak ada habisnya. Berbagai permasalahan antara investor dengan warga terus mengemuka.

Sejumlah anggota Koperasi Hatantiring, Kecamatan Cempaga, ramai-ramai menghentikan aktivitas panen yang dilakukan perusahaan perkebunan di daerah itu. Hal itu dilakukan karena sejak 2017, anggota koperasi itu tidak pernah menerima bagi hasil dari perkebunan tersebut.

Bacaan Lainnya

”Sejak tahun 2017 kami tidak pernah menerima SHK dari lahan seluas 612 hektare yang masuk dalam plasma,” kata Sekretaris Koperasi Hatantiring M Yusuf, kemarin (23/1).

Menurut Yusuf, lahan itu awalnya garapan dan tanaman dari perusahan PT SCC. Namun, saat itu diproses aparat penegak hukum, sehingga diberikan kepada masyarakat yang tergabung dalam Koperasi Hatantiring. Oleh koperasi lahan itu kembali dikerjasamakan.

”Lahan itu dijadikan plasma,” kata Yusuf.

Menurut Yusuf, kondisi lahan itu saat ini memprihatinkan. Pihak perusahaan melakukan panen secara kucing-kucingan. Ketika mereka menjaga siang hari, perusahaan melakukan panen pada malamnya.

Baca Juga :  Harga Sawit Naik Garong Menggila

”Lahan itu tidak terurus. Perusahaan hanya bisa mengambil buah saja. Anggota koperasi tidak memanen karena pernah ditangkap dengan tuduhan mencuri buah sawit,” kata Yusuf.

Mereka diadili pada 2017 lalu dan divonis bersalah karena dianggap memanen lahan milik perusahaan. Namun, kenyataannya, tegas Yusuf, lahan yang mereka panen tersebut milik koperasi. Lokasi pencurian diubah bukan di areal koperasi, sehingga mereka dinyatakan bersalah.

”Kami juga sudah lapor Bupati, DPRD Kotim, dan ormas adat untuk bisa ikut menyelesaikan masalah ini, sehingga tidak dibuat terkatung-katung. Kami sebenarnya ingin mengurus dan mengelola lahan tersebut, tapi nanti dilaporkan lagi ke penegak hukum dengan tuduhan yang mengada-ada,” ujar anggota koperasi lainnya, Luji Dewar. (ang/ign)



Pos terkait