Petani Rotan Kotim Mengadu ke Komisi Yudisial

Terkait Sidang Gugatan yang Diajukan Perkebunan PT MAP

Aktivitas pekerja rotan di wilayah utara Kabupaten Kotawaringin Timur
Aktivitas pekerja rotan di wilayah utara Kabupaten Kotawaringin Timur

SAMPIT, radarsampit.com – Perwakilan kelompok tani pekebun rotan di Desa Penyang, Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur, mengadukan proses persidangan perdata yang berjalan di Pengadilan Negeri Sampit ke Komisi Yudisial (KY).

Hal itu untuk memastikan agar keputusan hakim adil dan tidak merugikan mereka yang digugat perusahaan perkebunan PT Mulia Agro Permai (MAP).

Bacaan Lainnya

”Kami akan mengadukan masalah ini ke KY, supaya prosesnya betul-betul berjalan dengan baik dan tidak ada intervensi dari siapa pun. Sebab, penundaan pembacaan putusan yang harusnya dilaksanakan 20 Juni lalu ditunda dengan alasan yang belum jelas,” kata Sardi Efendi, tim hukum kelompok tani rotan, Senin (24/6/2024).

Sardi menuturkan, pelaporan ke KY merupakan tindak lanjut rapat dengan anggota kelompok petani rotan untuk memastikan keputusan hakim tidak menghilangkan hak mereka atas tanah yang dikuasai turun-temurun dan diambil jadi lahan perkebunan selama beberapa tahun terakhir.

Baca Juga :  Kumpulkan Bukti Pelengkap Terkait Tindak Pidana Korupsi, Kejati Kalteng Geledah Kantor Bawaslu Seruyan

Kelompok tani itu bermasalah dengan perusahaan tersebut sejak 2006. Persoalan tersebut pernah dibawa ke forum resmi rapat dengar pendapat di DPRD Kotim. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil, sehingga akhirnya mereka digugat perusahaan.

Mereka merupakan kelompok petani yang bergerak di budidaya kebun rotan sejak lama. Para tergugat merupakan pengurus kelompok petani yang dituding melakukan perbuatan melawan hukum. Selama ini, tanah itu dikuasai perusahaan sawit dengan luasan sekitar 600 hektare.

Mengenai tindakan kelompok tani memasang patok di lahan yang telah ditanami kelapa sawit perusahaan itu, dinilai sebagai langkah mempertahankan hak atas tanah. Dalam gugatannya, perusahaan menyatakan kelompok warga tersebut tidak memiliki hak melakukan aktivitas di atas lahan yang diklaim tersebut. (ang/ign)



Pos terkait