SAMPIT – Aktikvitas penambangan galian C yang merambah hutan di Desa Bukit Raya, Kecamatan Cempaga Hulu, dipastikan ilegal alias tak berizin. Hal itu berdasarkan penelusuran dan pengecekan Tim Bentukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotim di lapangan dan di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Tengah.
”Setelah melalui proses pengecekan lapangan dan kroscek ke Pemerintah Provinsi Kalteng sebagaimana perintah Pak Bupati Kotim (Halikinnor), bisa dikatakan aktivitas penambangan mineral nonlogam (galian C) di Desa Bukit Raya itu ilegal,” kata Kepala Bagian Ekonomi dan Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Kotim Rody Kamislam, Senin (8/3).
Rody menuturkan, meski dipastikan ilegal, pihaknya tak bisa memastikan lama penambangan itu beraktivitas sampai munculnya masalah tersebut ke publik. Dia hanya memastikan bahwa di lokasi galian C itu memang ada pembukaan.
Berkaitan dengan areal penambangan, Rody menambahkan, tercatat bukan sebagai kawasan hutan produksi, tetapi berstatus areal penggunaan lain (APL). ”Areal itu berada di status kawasan APL, bukan dalam kawasan hutan,” ujar Rody .
Lebih lanjut Rody mengatakan, Pemkab Kotim akan berkoordinasi dengan Dinas ESDM Kalteng untuk menindaklanjuti penambangan ilegal tersebut.
”Kami tetap melakukan monitoring dan kalau tidak berizin akan kami laporkan ke pemerintah provinsi sebagai pemberi izin atau pengawas. Kalau pemkab melakukan penindakan bukan porsinya. Apabila ada unsur pidana, maka kewenangan kepolisian,” ujar Rody.
Menurut Rody, di lokasi sudah tidak ada aktivitas penambangan lagi. Lokasi itu sepi dan bekas galian mulai dilakukan reklamasi dengan penanaman kelapa sawit serta tanaman buah-buahan lainnya.
Rody menjelaskan, aktivitas penambangan galian C ilegal tersebut pernah bermasalah dengan perusahaan tambang PT Sanmas Mekar Abadi (SMA), yang kini tidak lagi beroperasi sejak beberapa tahun silam. Galian C itu melakukan penambangan di areal perusahaan tersebut.
Saat itu, katanya, pihak penambang ilegal mengakui dan sepakat mengakhiri aktivitasnya. Namun, belakangan muncul kembali aktivitas lain menggunakan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan warga setempat.