SAMPIT, radarsampit.com – Kebijakan pemerintah di Kalimantan Tengah terkait kewajiban perusahaan menggunakan pelat kendaraan operasional bernomor polisi Kalteng (KH) berjalan tanpa ketegasan.
Alhasil, angkutan perusahaan berukuran raksasa dan melebihi tonase dengan pelat luar daerah terus berseliweran di jalanan Bumi Tambun Bungai.
Radar Sampit kerap menjumpai angkutan perusahaan dengan pelat luar daerah melintasi jalanan Kota Sampit. Raksasa jalanan tersebut kerap dituding jadi biang kerusakan jalan karena beban yang dibawa melebihi kemampuan infrastruktur yang digunakan.
Selain sebagai penyumbang kerusakan jalan, angkutan tanpa pelat KH juga dinilai tak berkontribusi pada peningkatan pendapatan daerah. Pasalnya, pembayaran pajak kendaraan itu masuk di daerah asal sesuai nomor pelat tersebut.
Kewajiban perusahaan untuk menggunakan pelat KH tertuang jelas dalam Peraturan Gubernur Kalteng Nomor 15 Tahun 2016 tentang Optimalisasi Pendapatan Daerah. Pada Pasal 4 disebutkan, setiap pelaku usaha yang akan melakukan usaha dan/atau pekerjaan di daerah, wajib memenuhi persyaratan tambahan, yaitu (a) menggunakan kendaraan operasional bernomor polisi Kalimantan Tengah (KH).
Pada ayat (b) juga ditegaskan, apabila menggunakan kendaraan yang harus disewa, maka harus bernomor polisi Kalteng.
Catatan Radar Sampit, nyaris tak pernah ada sanksi bagi perusahaan yang tak menjalankan kebijakan tersebut meski regulasinya sudah berusia hampir satu dekade.
Sejumlah pejabat dan pihak terkait hanya melontarkan pernyataan di ruang publik tanpa penekanan lebih lanjut terhadap perusahaan yang mengabaikan kebijakan itu.
Akibatnya, sampai tahun ini masih banyak ditemukan kendaraan operasional perusahaan dengan pelat luar daerah. Raksasa jalanan itu masih bebas melenggang menjejali jalanan yang sejatinya bukan untuk angkutan kelas berat.
Kondisi demikian juga jadi sorotan kalangan wakil rakyat di DPRD Kotim. Anggota DPRD Kotim Wahito Fajriannor mengatakan, keberadaan kendaraan dengan pelat non-KH, terutama kendaraan operasional perusahaan berdampak pada kerugian daerah.