”Banyak perusahaan yang berdiri dan beroperasi di Kotim, tetapi belum sebanding dengan kontribusinya terhadap PAD. Artinya, masih banyak peluang yang belum digarap secara optimal,” kata Wahito.
Dia turut menyoroti persoalan rendahnya kontribusi perusahaan swasta terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Salah satunya bisa dilihat dari kendaraan operasional perusahaan yang menggunakan pelat non-KH.
Sementara sesuai aturan, menurut dia, pendapatan dari opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dibayarkan pada daerah sesuai kode plat kendaraan. Hal ini dinilai tidak adil, ketika kendaraan tersebut beroperasi di wilayah Kalteng, khususnya Kotim pendapatan dari opsen PKB justru masuk ke provinsi lain.
”Kendaraan operasional perusahaan yang menggunakan pelat luar daerah ini membuat potensi pendapatan dari sektor opsen PKB kita tidak optimal. Seharusnya ini bisa ditertibkan untuk menambah PAD,” ujarnya.
Tak hanya dari segi pendapatan daerah, ia juga menyoroti dampak aktivitas kendaraan operasional perusahaan seperti truk pengangkut Crude Palm Oil (CPO) dan kontainer yang kerap melebihi kapasitas. Hal tersebut berdampak pada kerusakan jalan.
”Infrastruktur jalan yang seharusnya bisa bertahan lebih lama, tetapi karena dilalui kendaraan yang melebihi kapasitas jalan membuat lebih cepat rusak,” katanya.
Dia juga mempertanyakan apakah kerusakan yang ditimbulkan tersebut telah sepadan dengan kontribusi perusahaan terhadap pemerintah kabupaten maupun provinsi yang setiap tahun menggelontorkan anggaran tidak sedikit untuk perbaikan jalan.
Wahito mendukung upaya pemerintah daerah yang meminta perusahaan untuk segera mengganti pelat kendaraan operasional yang menggunakan pelat luar daerah menjadi pelat-KH sesuai kode wilayah Kalteng.
Dia juga mendesak pemerintah daerah bisa lebih tegas dalam menertibkan pengguna kendaraan dengan pelat non-KH yang beraktivitas penuh di Kotim. Bukan hanya sekadar imbauan, tetapi perlu disertai sanksi bagi yang melanggar.
”Kami berharap dinas terkait dapat menindaklanjuti persoalan ini secara konkret. Perlu ada regulasi dan penegakan aturan agar perusahaan tidak hanya mengambil manfaat dari wilayah ini, tapi juga memberikan kontribusi nyata bagi daerah,” kata Wahito.