Soal Plasma Sawit, Kotim Perlu Contoh Seruyan

ilustrasi plasma sawit
Ilustrasi plasma perkebunan sawit. (Muhammad Faisal/Radar Sampit)

SAMPIT, radarsampit.com – Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dinilai perlu mencontoh Kabupaten Seruyan dalam memperjuangkan program plasma perkebunan 20 persen. Pemkab Seruyan dinilai serius bersama masyarakat agar kewajiban perusahaan perkebunan itu dipenuhi.

”Kotim ini harusnya mencontoh Seruyan. Di sana, antara pemerintah daerah dan masyarakatnya kompak berjuang untuk kepentingan plasma 20 persen, sehingga masyarakat tak berjuang sendiri,” kata Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim Muhammad Abadi, Jumat (30/9).

Bacaan Lainnya

Dia menuturkan, di Kotim masyarakat kerap dibiarkan sendirian menuntut haknya. Karena itu, tidak salah jika masyarakat menilai posisi pemerintah kerap berada di perusahaan.

”Ketika masyarakat menuntut plasma, mereka selalu dibilang melanggar aturan. Tidak bisa diakomodir, karena aturan ini dan itu. Tapi, Seruyan bisa kenapa Kotim tidak?” ujar Abadi.

Dia menegaskan, keberpihakan pemerintah kepada kepentingan masyarakat merupakan sebuah keharusan. Hal ini belajar dari kondisi ekonomi masyarakat yang kian sulit. Hal itu tak lepas dari hilangnya lahan dan mata pencaharian masyarakat sebagai peladang dan petani akibat lahan yang beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit.

Baca Juga :  Banjir di Katingan Sudah Jilid Empat, Banyak Infrastruktur Rusak

Abadi mengaku sebagai orang yang sering berada di barisan masyarakat. Masyarakat yang kerap menuntut haknya, dipatahkan semangatnya oleh utusan pemerintah daerah di lapangan. Hal tersebut memicu ketidakpuasan masyarakat yang berujung pada tindakan anarkistis.

”Jangan sampai pemerintah terkondisikan begitu masyarakat menuntut haknya. Kasihan masyarakat kita ini. Ke mana lagi kalau bukan ke pemerintah,”katanya.

Akibat ketidakpercayaan terhadap pemerintah, lanjutnya, dalam aksi di lapangan  warga kerap meminta advokasi pada ormas, termasuk ormas adat. ”Kalau masyarakat percaya dan yakin pemerintah berpihak, maka ini tidak sulit. Tapi, faktanya, di Kotim ini sejak beberapa tahun terakhir ini tidak ada keberpihakan dan itu dirasakan masyarakat,” tegasnya.

Abadi menuturkan, konflik dengan perusahaan di Kotim ibarat bom waktu. Sesekali bisa meledak di tengah masyarakat. Misalnya, rencana aksi besar-besaran untuk menuntut plasma di beberapa desa dan kecamatan.



Pos terkait