Belum Ada Jaminan, Rencana Wisata Buaya selesaikan Masalah Serangan Predator Sungai

BKSDA Pos Jaga Sampit saat meninjau lokasi kemunculan buaya di Desa Ganepo
OBSERVASI: BKSDA Pos Jaga Sampit saat meninjau lokasi kemunculan buaya di Desa Ganepo, beberapa waktu lalu. Kemunculan dan serangan buaya terhadap manusia selama ini kerap jadi masalah karena beberapa orang menjadi korban.

SAMPIT – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit menyambut baik rencana Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur menjadikan Pulau Lepeh sebagai destinasi wisata. Apabila terealisasi, BKSDA akan terbantu karena tak perlu lagi mengantarkan buaya ke Kabupaten Kotawaringin Barat atau Lamandau.

”Apakah nantinya jadi atau tidak taman satwa atau penangkaran buaya, BKSDA Pos Jaga Sampit menyambut baik rencana pemerintah,” Komandan BKSDA Pos Jaga Sampit Muriansyah, Senin (8/3).

Bacaan Lainnya

Muriansyah menuturkan, syarat dan ketentuan terkait taman satwa atau penangkaran buaya diatur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), karena berkaitan dengan banyak hal. Salah satunya terkait keamanannya.

Sebagai bentuk keseriusan terhadap wacana tersebut, pihaknya telah menggelar rapat bersama BKSDA, KSOP, Polairud, dan instansi terkait.

Baca Juga :  Bupati Kotim Keluarkan Peringatan Keras pada Perkebunan Sawit

Dari pertemuan tersebut, diusulkan tiga lokasi alternatif yang dinilai layak dijadikan sebagai destinasi wisata buaya, di antaranya Pulau Lepeh, muara Sungai Lempuyang, dan Danau Burung, Kecamatan Teluk Sampit. Melalui pembahasan tersebut, Pemkab Kotim akan segera mengirimkan tim untuk turun melakukan observasi ke lapangan.

”Dari pertemuan awal Maret lalu, rencana sesuai arahan Bupati Kotim akan dibentuk tim untuk melaksanakan survei ke tiga alternatif lokasi. Tetapi, sampai saat ini belum dilaksanakan. Apabila nanti terlaksana, hasil observasi ini akan dilaporkan untuk diajukan ke KLHK,” katanya.

Meski demikian, belum ada jaminan rencana lokasi wisata buaya itu akan menjawab permasalahan serangan predator terhadap warga selama ini. Muriansyah sendiri belum bisa menanggapi hal tersebut. ”Karena belum ada taman satwa atau penangkarannya. Jadi, saya belum bisa beri tanggapan dampak adanya taman satwa atau penangkaran terhadap konflik yang ada,” katanya.

Sebelumnya, persoalan kemunculan buaya dipandang serius dan masuk dalam program prioritas 100 hari kerja Bupati Kotim, Halikinnor. ”Daerah kita ini cukup tren terhadap kemunculan dan mengganasnya buaya,” kata Halikinnor.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *