Radarsampit.com – Gelombang kecaman langsung mengalir deras terkait bentrokan antara masyarakat dan aparat dalam konflik perkebunan kelapa sawit di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Sabtu (7/10/2023) lalu. Pucuk pimpinan Polri didesak mengevaluasi jajaran pejabatnya di Kalteng.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya Aryo Nugroho Waluyo, Minggu (8/10/2023), menuntut pertanggungjawaban Kapolri dalam dugaan penembakan yang menewaskan warga. Penangkapan dan proses penegakan hukum dan sanksi etik wajib diberikan terhadap aparat yang bertanggung jawab.
Aryo juga meminta Kapolri mencopot Kapolda Kalteng dan Kapolres Seruyan, karena gagal melindungi keselamatan masyarakat. Hal itu juga sebagai bentuk tanggung jawab terhadap tindakan kepolisian yang mengakibatkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat.
Selain itu, Aryo mendesak aparat membebaskan tanpa syarat 20 warga Desa Bangkal dan anggota Pasukan Merah atau Tariu Borneo Bangkule Rajank (TBBR) yang ditangkap.
”Kami juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera turun ke lapangan untuk melakukan investigasi terkait pelanggaran HAM yang telah terjadi di Desa Bangkal,” katanya.
Dia juga mendesak audit secara terbuka regulasi dan alokasi pendanaan kepolisian terkait aktivitasnya dalam proyek pengamanan industri sawit di Indonesia. Selain itu, memastikan perkebunan yang berkonflik dengan warga melaksanakan kewajibannya melalui plasma 20 persen.
”Kami minta Hentikan seluruh aktivitas perusahaan selama masa audit terhadap perusahaan dilakukan. Presiden RI untuk membuka data HGU dan melakukan langkah-langkah konkret menyelesaikan berbagai konflik agraria warga,” tegasnya.
Aryo melanjutkan, dari rekaman video yang mereka peroleh, ada instruksi untuk membidik kepala peserta aksi serta menyiapkan senjata laras panjang. Aksi ratusan warga Desa Bangkal itu dilakukan selama 23 hari dengan tuntutan dipenuhinya kebun plasma.
”Kami menilai aparat polisi tidak mau belajar dari kesalahan terkait praktik brutalitas dan represif dalam merespons aksi massa dengan penggunaan kekuatan berlebihan. Setelah berbagai peristiwa tragedi kemanusiaan akibat penggunaan gas air mata dan peluru,” katanya.