SAMPIT, radarsampit.com – Proses peradilan yang melibatkan PT Bulvari Prima Cemerlang (BPC) dengan terdakwa karyawannya, Yanto Gunawan, yang dituding menggelapkan uang, menguak fakta mengejutkan. Izin perusahaan itu pernah dicabut pada 2020, namun masih melenggang menjual miras secara ilegal tanpa tersentuh hukum.
”Kalau memang keterangan di pengadilan menyatakan ada penjualan miras ilegal tanpa izin di daerah ini, harusnya segera ditindaklanjuti. Bahkan, bisa saja itu tidak memiliki cukai. Ini artinya berpotensi menjadi kerugian negara,” kata Ketua Fraksi PKB DPRD Kotim Muhammad Abadi, Selasa (4/11).
Terbongkarnya bisnis miras ilegal itu diungkap sendiri Direktur PT BPC, Tomy, saat dicecar hakim pada sidang di Pengadilan Negeri Sampit Senin (10/4) lalu. Hakim mempertanyakan miras yang dijualnya.
Tomy mengaku hanya memiliki izin menjual miras golongan A. Namun, dia juga menjual miras golongan B dan C. Bahkan, miras ilegal itu dikirim melalui Pelabuhan Sampit dan lolos pemeriksaan.
Abadi menuturkan, aktivitas penjualan miras ilegal di Kotim sudah menjadi rahasia umum. Pengusaha bisnis itu menjual minuman beralkohol golongan B dan C yang harusnya dilarang dalam peraturan daerah. Anehnya, hal tersebut tidak pernah terungkap. Aparat hanya bisa menyeret oknum yang menjual miras jenis arak.
”Bahkan, jualan miras secara online pun kabarnya mulai marak lagi. Ini harus jadi perhatian bersama, termasuk pihak Bea dan Cukai. Ini bisa jadi pintu masuk untuk menyelidiki transaksi miras di daerah ini yang tergolong tinggi, khususnya untuk jenis impor,” kata Abadi.
Catatan Radar Sampit, izin PT BPC pernah dicabut Pemkab Kotim pada 2020. Perusahaan itu ketahuan mengedarkan miras jenis B dan C, sementara izin yang dikantongi hanya untuk golongan A dengan kadar alkohol di bawah lima persen.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kotim yang saat itu dipimpin Johny Tangkere, meninjau langsung gudang perusahaan bersama sejumlah anggota DPRD Kotim dan menemukan miras golongan B dan C yang kadar alkoholnya di atas 40 persen.