Pemilu Selesai, Namun Kecemasan dan Depresi Meningkat

kpu pleno rekapitulasi salman toyibijawa pos jawa pos
REKAPITULASI: Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menggelar pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 tingkat nasional di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (28/2/2024). (SALMAN TOYIBI/JAWA POS)

JAKARTA, radarsampit.com – Pemilihan umum (Pemilu) ternyata juga memiliki dampak pada kesehatan jiwa. Rabu (28/2/2024) Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa merilis temuannya, yakni 16 persen masyarakatan masyarakat Indonesia usai pemilu 2024 mengalami kecemasan. Lalu 17,1 persen mengalami depresi.

Ketua tim peneliti Ray Wagiu Basrowi menyebut, di Amerika Serikat pada 2016 ditemukan fakta penduduknya mengalami gangguan kejiwaan setelah pemilihan presiden.

Bacaan Lainnya

Begitu juga yang terjadi di Filipina pasca pemilihan presiden Marcos Jr. Dari dua fakta ini, Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa tergelitik untuk membuat penelitian untuk melihat apakah fenomena serupa terjadi di Indoensia juga.

”Ada temuan prevalensi kecemasan dan depresi di Indonesia pasca pemilu lebih tinggi dibanding data hasil Riskesdas 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022,” katanya.

Pada Riskesdas 2018 kecemasan dialami 9,8 persen masyarakat Indonesia. Lalu depresi dialami 6 persen masyarakat. Jika dibandingkan dengan studi kasus yang dimiliki Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa, angka depresi dan anxiety meningkat pasca pemilu.

Baca Juga :  Begini Strategi DPD PDIP Kalteng Rebut Hati Rakyat

Ray cukup percaya diri penelitiannya valid untuk memotret masyarakat Indonesia. Sebab secara metologis survei tersebut memiliki tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dan margin of error 2 persen.

”Tingkat responden sebesar 1077 dengan usia 17 tahun ke atas atau yang sudah memilih,” ujarnya.

Responden dari 29 provinsi dan ada responden luar negeri. Provinsi yang banyak mengisi adalah Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. 77 persen responden adalah perempuan.

Ray menambahkan jika angket penelitian disebar secara random melalui media sosial. Karena disebar secara acak, dalam penelitian itu juga terdapat 55 responden calon legiselatif dan 80 responden keluarga inti calon legiselatif.

Ketua Health Collaborative Center (HCC) ini mengemukakan ada konflik internal dan eksternal yang menjadi pemicu gangguan jiwa pada responden.

Ternyata kegelisahan siapa yang akan dipilih saat pemilu menjadi pemicu gangguan jiwa dari sisi internal. Selanjutnya perbedaan politik dengan orang lain menjadi pemicu konflik dari eksternal.



Pos terkait