BKSDA Pasang Perangkap Buaya di Sungai Arut

PERANGKAP BUAYA
WRU BKSDA sedang memasang alat jebakan untuk biaya di Kelurahan Mendawai, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, Senin (27/11/2023) (ISTIMEWA/RADAR PANGKALAN BUN)

PANGKALAN BUN, radarsampit.com – Teror buaya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Arut, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), belum berakhir. Setelah seekor buaya jenis senyulong dibunuh, warga kembali melihat buaya muara keliaran di aliran sungai terpanjang di Kobar itu.

Kekhawatiran semakin besar mengingat banyak warga yang melakukan aktivitas di sungai. Sebab, masyarakat lima kelurahan di Kecamatan Arut Selatan bermukim di bantaran sungai. Pantauan di permukiman warga bantaran sungai, saat ini warga lebih memilih untuk tidak turun ke sungai. Sore hari yang biasanya banyak warga mandi di sungai, kini tampak sepi.

Bacaan Lainnya
Gowes

Kepala SKW II Pangkalan Bun BKSDA Kalteng Dendi Setiadi mengatakan,  Wildlife Rescue Unit (WRU) SKW II Pangkalan Bun telah memasang beberapa perangkap buaya di sejumlah titik. “Perangkap berupa kerangkeng yang di dalamnya diberi umpan. Ketika buaya memangsa umpan, perangkap akan bekerja secara otomatis,” ujarnya.

Menurutnya, buaya yang sering muncul di DAS Arut, khususnya di Kelurahan Mendawai, adalah buaya muara yang sedang diupayakan untuk ditangkap. Sementara buaya yang beberapa hari lalu yang berkonflik dengan manusia adalah buaya jenis sapit atau senyulong.

Baca Juga :  Di Pangkalan Bun, Penderita DBD Paling Banyak Usia 5-11 Tahun

Dua buaya tersebut berbeda jenis dan bukan merupakan satu koloni, dan diakui buaya muara lebih ganas dari buaya senyulong. Agresifitas buaya meningkat sehingga terjadi konflik dengan manusia serta mengakibatkan korban jiwa.

Di satu sisi sumber makanan buaya di alam berkurang. Aktivitas orang di sungai juga menjadi pemicu, anak-anak yang berenang di sungai dianggap sebagai mangsa, karena sifat buaya adalah sebagai satwa predator. “Mendawai merupakan desa penyangga dari habitat buaya Sungai Arut dan Sungai Lamandau,” terangnya.

Faktor lainnya yang mengundang buaya menuju kawasan permukiman dan meningkat agresifitasnya adalah perilaku masyarakat bantaran sungai yang membuang sampah sembarangan, membuang bekas-bekas bangkai ikan yang berbau amis, memelihara ternak di bantaran sungai.

“Sampah yang dibuang dianggap makanan buaya, begitu pula ternak yang ada di bantaran sungai. Banyak hal yang memicu buaya masuk ke permukiman, mari kita jaga alam dan alam akan menjaga kita,” pungkasnya.



Pos terkait