PALANGKA RAYA – Eksistensi Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) yang dikenal dengan Pasukan Merah di Kalimantan Tengah, memicu protes dari sejumlah organisasi masyarakat. Ormas tersebut dinilai meresahkan masyarakat dan arogan. Ratusan warga dari sejumlah ormas yang tergabung dalam Koalisi Organisasi Masyarakat Dayak Kalteng meminta agar TBBR dibubarkan.
Desakan pembubaran Pasukan Merah tersebut disampaikan dalam aksi yang digelar di di Bundaran Besar Palangka Raya dan Rumah Betang Hapakat, Jumat (26/11). Unjuk rasa tersebut dijaga ketat ratusan personel kepolisian.
Dalam orasinya, Pasukan Merah dinilai tidak menghargai kearifan lokal dengan melakukan acara ritual seenaknya. Selain itu, ormas tersebut dianggap mengganggu keamanan masyarakat, karena menghadirkan massa dalam jumlah besar saat melakukan aksi, serta membawa senjata khas Kalteng; mandau, secara terhunus.
Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah didesak mengambil sikap dengan menjatuhkan sanksi adat terhadap TBBR. Mereka juga tidak mengakui Panglima Jilah sebagai Panglima Setanah Dayak Borneo, karena bukan representasi Suku Dayak Kalteng.
Ketua Ngaju Kahayan Andreas Junaidy mengatakan, TBBR sangat bertentangan dengan budaya di Kalteng dan ada dugaan berniat menghilangkan adat istiadat asli Kalteng.
”Pokoknya kami sangat menolak TBBR. Kami ingin membubarkan TBBR yang ada di Kalteng,” ujarnya.
Koordinator Aksi Bambang Irawan mengatakan, massa yang tergabung dalam aksi tersebut berasal dari sekitar 30 ormas. Mereka sepakat menolak Pasukan Merah lantaran tidak menghargai budaya Kalteng.
”Kami menolak keberadaan TBBR karena tidak ada sopan santun. Bahkan, pemerintah di Kalteng dan DAD sebagai lembaga adat tidak dihormati,” tegasnya.
Bambang menegaskan, pihaknya akan melawan siapa pun apabila tidak menghargai falsafah huma betang. ”Mereka (Pasukan Merah, Red) merusak tatanan budaya, seolah ingin menguasai Kalteng. Jangan injak-injak budaya dan adat kami,” ujarnya. (daq/ign)