Shinta mengatakan, penetapan UMP dengan dialog bipartit selalu didorong Apindo. Dia berharap semua pihak menyikapi masalah UMP ini dengan kepala dingin. Sebab, tutur Shinta, salah satu semangat dari PP 51/2023 adalah memberikan kepastian hukum dalam berusaha dan berinvestasi di Indonesia.
”Dunia usaha mengharapkan penentuan upah minimum hendaknya terhindarkan dari politik praktis. Penetapan upah minimum hendaknya semata-mata dilandasi kepentingan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan bangsa. Sehingga harus dijauhkan dari kepentingan politik sesaat menjelang Pemilu 2024. Kami juga berharap penetapan UMP sesuai PP terbaru dapat menggairahkan kembali upaya-upaya penciptaan lapangan kerja,” papar Shinta.
Sementara itu, pihak serikat pekerja/buruh mengaku kecewa atas penetapan UMP 2024. Mereka menganggap kenaikannya sangat jauh di bawah kebutuhan riil. ”Tidak sebanding dengan kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS),” cetus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.
Kondisi tersebut, kata Iqbal, menimbulkan tanda tanya. Sebab, kenaikan gaji PNS bisa sampai 8 persen. Namun, untuk buruh dan pekerja, kenaikannya sangat kecil. Untuk DKI Jakarta saja, misalnya, UMP hanya naik sekitar 3,36 persen. Karena itu, sikap serikat buruh/pekerja tetap sama. Mereka menolak seluruh kenaikan UMP tersebut. ”Ini tidak sesuai keinginan kita, kenaikan sampai 15 persen. Ini akan berdampak pada mogok kerja nasional,” tegasnya. (agf/mia/c9/oni/jpg)