Korban mengaku keberatan atas klaim itu, hingga akhirnya menyerahkan surat tanah asli dan memberikan surat kuasa kepada terdakwa untuk mengurusnya.
”Saya keberatan dan saya beri surat kuasa dan surat tanah asli itu kepada terdakwa. Surat kuasa untuk pengurusan bukan menjual,” tegasnya.
Setelah beberapa waktu, korban meminta agar surat miliknya dikembalikan. Namun, terdakwa bersikukuh ingin meminjam surat tanah tersebut. Dia ingin membeli tanah itu, namun pembayarannya akan diagunkan ke bank. Uang yang didapat akan diserahkan kepada korban, sementara cicilannya akan dibayar terdakwa.
Tidak hanya itu, di areal tanah itu terdakwa juga membangun kafe tanpa meminta izin pada korban. ”Katanya, kalau tanah yang ada di bengkel tidak bisa diagunkan di bank. Yang bisa di kafe itu,” ujar Hamzah.
Sementara itu, dalam dakwaan JPU terungkap, perbuatan warga Kelurahan Parenggean tersebut dilakukannya dari 2013 – 2019. Adapun modus terdakwa dengan berpura-pura membeli tanah korban.
Setelah sertifikat diserahkan, terdakwa tak membayarnya. Selain itu, agar dapat menjual tanah itu, terdakwa memalsukan surat kuasa yang mengakibatkan korban mengalami kerugian Rp 1 miliar. (ang/ign)