“Kalau untungnya sekitar 30 persen dari modal,” ucapnya.
Mitta dibantu orangtuanya, sudah menerima pesanan 100 kilogram kue kering aneka jenis. Nastar dan putri salju menjadi kue kering yang paling banyak dipesan oleh pelanggan.
“Nastar klasik saja pesanan 20 kilogram. Biasanya seminggu sebelum Lebaran sudah close order, karena tenaganya enggak sanggup lagi terima dekat-dekat Lebaran. Tahun kemarin dipaksakan sampai sakit kelelahan. Jadi tahun ini dibatasi juga semampunya saja,” ungkapnya.
Mitta biasa memulai mengolah kue kering setelah sahur hingga maghrib. Harga kue kering yang dia jual sangat beragam. Misalnya aneka nastar dijual berkisar Rp 115 ribu Rp 120 ribu. Putri salju dan tumbrint Rp 110 ribu.
Masing-masing untuk toples bening ukuran 1/2 kilogram. “Pernah dititipkan ke toko-toko tapi karena banyak dan harga bersaing akhirnya memasarkan sendiri saja,” ucapnya.
Menurutnya, kue kering yang diproduksinya kebanyakan mengikuti selera konsumen. Pelanggan banyak datang dari wilayah perkebunan.
“Pesanan sawitan lumayan banyak. Ada reseller yang bawa kesana, sekali bawa 30 toples habis,” tuturnya.
Kue kering dibuatnya setiap momen hari besar seperti Lebaran dan Natal. Mengikuti trand saat ini Mitta juga mulai mencoba membuat hampers.
Menurut pemesanan kue kering tahun ini meningkat dari tahun kemarin. Pada saat pandemi Covid-19, bisnis kue kering Mitta Sari juga turut terdampak. Kini usaha mulai kembali menggeliat.
Selain kue kering, Mitta juga mulai mencoba membuat setrup klasik (syirup) pandan untuk dikomersilkan. Ukiran 300 ml dia coba pasarkan dengan harga Rp 15 ribu.
“Setrup pandan ini juga sama coba-coba buat. Ada nilai ekonomis, jadi mulai dikomersialkan,” tutupnya. (yn/yit)