”Jangan sampai hukuman berat itu terjadi di pengadilan tingkat pertama, tapi ketika proses banding hingga kasasi, justru didiskon hukumannya. Kebiasaan masyarakat mengikuti perkara hanya sampai pengadilan tingkat pertama, selanjutnya tidak mengikuti dan di situ rawan terjadi diskon hukuman,” katanya.
Diberitakan Radar Sampit sebelumnya, ancaman hukuman mati bagi pelaku kasus narkoba kelas kakap seolah hanya basa-basi. Sejumlah pihak mulai dari aparat hingga pejabat, kerap menggaungkan hal tersebut saat pengungkapan bisnis haram. Faktanya, hukuman terhadap para budak narkoba berakhir jauh dari harapan.
Sejumlah kasus besar penangkapan sabu dengan barang bukti mencapai 1 kilogram lebih, selalu berakhir dengan tuntutan oleh jaksa maupun vonis pengadilan selama belasan tahun.
Kasus paling parah dan jadi skandal memalukan dalam sejarah penegakan hukum di Kalteng, tercatat saat menimpa bandar besar sabu di Palangka Raya, Saleh, yang terbukti memiliki 200 gram sabu. Pria yang disebut-sebut bos besar kampung narkoba itu justru divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya.
Meski akhirnya Mahkamah Agung membatalkan putusan tersebut, namun Saleh yang terlanjur bebas hingga kini belum juga terlacak. Sejumlah pihak menduga ada permainan hukum dalam putusan bebasnya Saleh saat di tingkat pengadilan. Hingga kini, hasil penyelidikan terhadap hakim yang memvonis tak diketahui publik.
Praktik penegakan hukum yang sama dengan vonis tak sesuai harapan, dikhawatirkan juga akan terjadi dalam pengungkapan perkara sabu seberat 9,2 kilogram di Sampit dengan tiga tersangka oleh BNNP Kalteng. Publik perlu mengawasi prosesnya sampai putusan pengadilan.
Adapun tiga budak narkoba yang diringkus tersebut, yakni TS (32), YA (24), dan BN (44). Mereka ditangkap di lokasi berbeda di Sampit dan Jakarta, yakni BN pada Minggu (16/7) di Jalan Bumi Indah Permai Sampit, dengan barang bukti sabu 2,42 kilogram. Kemudian, TS diamankan Rabu (26/7) di Jalan Jaya Wijaya Sampit dengan barang bukti 6,7 kilogram sabu dan YA ditangkap di Gang SD MHT, belakang SMP Negeri 240 Jakarta. (ang/ign)