”Saya menilai akar persoalan itu memang ada kepentingan kelompok yang seharusnya tidak terjadi dan itu bisa dikomunikasikan bersama, sehingga bisa terselesaikan. Maka itu, semua harus bisa mengedukasi prinsip dalam tataran adat,” katanya.
Menurut Mambang, sebenarnya tidak boleh sembarangan menyuarakan hal-hal terkait adat, namun tidak sesuai dengan aturan adat. Terkait penyelesaian secara adat bisa dilakukan Damang. ”Jangan sampai malah orang luar yang menyelesaikannya. Duduk bersama di rumah betang dan taati hukum adat,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, keberadaan TBBR di Kalteng memicu protes sejumlah organisasi masyarakat. Ormas yang dikenal dengan sebutan Pasukan Merah itu dinilai meresahkan dan arogan. Ratusan warga dari sejumlah ormas yang tergabung dalam Koalisi Organisasi Masyarakat Dayak Kalteng meminta agar Pasukan Merah dibubarkan.
Desakan pembubaran Pasukan Merah tersebut disampaikan dalam aksi yang digelar di di Bundaran Besar Palangka Raya dan Rumah Betang Hapakat, Jumat (26/11). Unjuk rasa tersebut dijaga ketat ratusan personel kepolisian.
Dalam orasinya, Pasukan Merah dinilai tidak menghargai kearifan lokal dengan melakukan acara ritual seenaknya. Selain itu, ormas tersebut dianggap mengganggu keamanan masyarakat, karena menghadirkan massa dalam jumlah besar saat melakukan aksi, serta membawa senjata khas Kalteng; mandau, secara terhunus.
Dewan Adat Dayak (DAD) Kalimantan Tengah didesak mengambil sikap dengan menjatuhkan sanksi adat terhadap TBBR. Mereka juga tidak mengakui Panglima Jilah sebagai Panglima Setanah Dayak Borneo, karena bukan representasi Suku Dayak Kalteng.
Merespons hal tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah TBBR Kalteng Agus Sanang mengatakan, penolakan dan desakan agar membubarkan Pasukan Merah telah melanggar undang-undang.
”Kelompok maupun individu yang melakukan aksi dengan tujuan membubarkan TBBR, hal itu melanggar UU tentang Hak Kebebasan Berkumpul dan Berserikat. Jika demikian, maka aksi tersebut telah melanggar konstitusi dan telah melecehkan Pancasila sebagai Dasar Negara serta UUD 1945,” ujar Agus. (daq/ign)