Tolak Gugatan, MK Minta Revisi Undang-Undang Pemilu

jkt 1 sidang putusan phpu mk fed 1 fedrik tarigan jawa pos jawa pos
HADIRI SIDANG: Calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 dan 3 menghadiri sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). (FREDRIK TARIGAN/JAWA POS)

JAKARTA, radarsampit.com – Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka resmi menjadi presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024–2029. Kepastian itu didapat seusai Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan presiden yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Keputusan tersebut direspons Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan cepat. Mereka segera menyusun jadwal penetapan paslon presiden dan wakil presiden terpilih.

Bacaan Lainnya

”Akan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 24 April 2024, jam 10.00 WIB, di kantor KPU,’’ ujar Ketua KPU Hasyim Asyari.

Dia menegaskan, putusan MK secara otomatis menyatakan bahwa Surat Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu 2024 secara nasional adalah benar dan tetap berlaku. Dengan demikian, pihaknya tinggal menjalankan tahapan berikutnya, yakni penetapan paslon presiden dan wakil presiden terpilih.

Sementara itu, meski menolak permohonan PHPU, MK mengakui adanya kekurangan dari sistem aturan kepemiluan. Oleh karenanya, Mahkamah memberikan pesan untuk pemerintah dan DPR menyempurnakan norma dalam Undang-undang 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Baca Juga :  Sikap PDIP Tunggu Rakernas Usai Putusan MK

Salah satu norma yang mendapatkan penekanan untuk diatur adalah pengaturan terkait kegiatan bernuansa kampanye yang dilakukan sebelum dan setelah masa kampanye. Sebab, ketiadaan aturan itu kerap membatasi Bawaslu dalam menangani pelanggaran yang terjadi di luar masa kampanye.

Hakim MK suhartoyo mengatakan, Ketiadaan aturan memberikan celah bagi pelanggaran pemilu terlepas dari jeratan hukum. Padahal, dalam UU pemilu ada larangan bagi pejabat, ASN maupun unsur pemerintahan lainnya untuk tidak mengadakan kegiatan yang menjurus pada keberpihakan, baik sebelum, selama dan setelah kampamye.

“Ke depan Pemerintah dan DPR penting melakukan penyempurnaan terhadap UU Pemilu, UU Pemilukada maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye,” ujarnya.

Selain itu, MK juga menilai perlunya aturan detail bagi pejabat negara yang merangkap sebagai peserta pemilu. Selama ini, kegiatan kampanye kerap dilakukan di sela-sela tugas negara terjadi akibat ketidakjelasan batasan dalam undang-undang. Akibatnya, hal itu membuka peluang penyalahgunaan fasilitas.



Pos terkait