Dua hari mendekati pengujung 2023, Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menggelar ritual mamapas lewu dan manampung sahur. Sebuah agenda untuk menjaga dan melestarikan budaya.
HENY, Sampit | radarsampit.com
Ritual mamapas lewu dan manampung sahur merupakan ajaran agama Hindu Kaharingan yang bertujuan membersihkan alam dan lingkungan hidup di Kotim dari marabahaya dan hal negatif lainnya. Ritual tersebut diharapkan dapat memberikan keberuntungan keselamatan, umur panjang, rejeki berlimpah, serta ketentraman hidup.
Wakil Bupati Kotim Irawati saat menghadiri kegiatan yang dilaksanakan di Balai Basarah Penyang Hatampung, Sampit, tersebut, mengatakan, memapas lewu sudah menjadi agenda rutin tahunan yang diadakan Disbudpar Kotim. ”Ritual ini kita harapkan juga menjaga silaturahmi antara sesama umat beragama dengan harapan terwujudnya kerukunan antarumat beragama,” kata Irawati saat menyampaikan sambutannya, Jumat (29/12/2023).
Dia mengatakan, mamapas lewu tahun ini menjadi momentum yang tepat untuk berdoa mengungkap rasa syukur atas penyertaan dan berkah Tuhan. Sekaligus upaya memelihara, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan dan nilai budaya Dayak, serta sebagai wujud kebersamaan seluruh masyarakat Kotim. ”Kita berharap semoga kegiatan ini dapat berdampak positif untuk kerukunan internal umat Hindu Kaharingan dan antarumat beragama di Kotim yang kita cintai ini,” katanya.
Ketua Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan Kotim Rena menambahkan, ritual mamapas lewu dan manampung sahur diharapkan dapat membersihkan kampung halaman dari hal negatif yang dilakukan oleh manusia ataupun roh gaib. ”Ritual mamapas lewu ini kami lakukan untuk memohon doa agar diberikan kesehatan dan keselamatan dalam hidup. Ritual ini sudah menjadi agenda tahunan yang diadakan MD Agama Hindu Kaharingan Kotim,” kata Rena.
Selain ritual mamapas lewu, tujuh basir (pemimpin upacara ritual) beserta rombongan juga berkeliling dari Jalan Jenderal Sudirman menuju Jalan Tjilik Riwut. Kemudian Jalan Desmon Ali dan Muchran Ali. Berlanjuut ke Jalan Usman Harun dan finish di Dermaga Pelabuhan Habaring Hurung untuk melakukan ritual melarung balai sambaburuk. ”Melarung ini kami lakukan di dekat Sungai Mentaya, dekat kapal wisata untuk melepaskan hal tidak baik,” katanya. (***/ign)