”TA ini mengakui beberapa nama yang dibuatnya di dalam arisan adalah nama-nama fiktif. Pantas saja di grup arisan ada namaya, tapi tidak ada orangnya. Jika kami bertanya siapa orang yang tidak bayar, dia tidak pernah mau memberikan foto, nama, nomor telepon anggota yang disebutnya kabur,” kata dia.
Sejak berita itu beredar luas, korbannya tidak sedikit. Bahkan, nilai kerugian dalam perkara itu menurut LI mencapai Rp2 miliar.
”Hasil uang TA sampai saat ini tidak tahu ke mana saja larinya aliran dananya. Apakah dilarikan untuk membeli aset atau dipakai untuk membiayai kehidupannya yang hedon. Bahkan, saat dimediasi pun, pihak TA tidak bisa memberikan jaminan dalam bentuk harta/aset untuk dijadikan jaminan agar para korban percaya bahwa dia akan mencicil sampai lunas,” ujarnya.
LI mengatakan, akibat dari kasus itu, ada anggota arisan yang mengalami depresi dan stres. ”Kasihan korban ini, karena ada yang untuk keperluan nikah atau persiapan melahirkan. Bahkan, yang anggota yang melahirkan, saking stresnya, anaknya lahir prematur,” kata LI. (ang/ign)