Nisa menambahkan, perhatian bagi anak kerkebutuhan khusus jangan sampai terabaikan. Mereka juga berhak mendapatkan pendidikan yang standar serta mendapatkan perhatian yang sama dengan anak-anak lainnya yang lebih beruntung dari sisi fisik maupun kemampuan mental dan kognitif.
”Yang saya tahu, anak berkebutuhan khusus di Kotim setiap tahunnya semakin banyak. Namun, banyak yang saya temui malah disekolahkan yang tidak tepat. Padahal, kalau dinilai secara IQ, anak itu cukup pintar. Namun, karena anak itu memiliki retardasi mental ringan, akhirnya dia disekolahkan di SLB (sekolah luar biasa, Red),” katanya.
Sementara itu, Ketua Bhayangkari Cabang Kotim Ririn Sarpani sempat menunjukkan rasa emosionalnya ketika mendengarkan langsung salah satu ibu Bhayangkari yang menceritakan pengalaman anaknya yang berkebutuhan khusus, ditolak saat ingin mengeyam pendidikan di salah satu sekolah negeri di Kota Sampit.
Ririn Sarpani tak bisa membendung air matanya di depan ratusan ibu Bhayangkari Cabang Polres Kotim yang hadir di acara tersebut. Pasalnya, Ririn merupakan seorang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Karena itu, dia mengajak para ibu agar memiliki rasa empati sosial terhadap anak berkebutuhan khusus.
”Ini adalah bagian dari kita semua (ibu Bhayangkari, Red) agar mempunyai empati sosial walaupun ibu lainnya (ibu Bhayangkara Cabang Kotim, Red) tidak memiliki anak berkebutuhan khusus,” ujar Ririn.
Dalam waktu dekat dia akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk membahas masalah tersebut agar sekolah negeri maupun swasta bersedia menerima anak inklusi dengan menyiapkan fasilitas, sarana, dan prasarana yang layak. (***/ign)
Catatan:
Berita ini mengalami perbaikan pada paragraf lima sesuai koreksi narasumber seminar untuk menghindari bias. Redaksi.