Pendekatan yang melibatkan masyarakat sejak awal ini menjadi ciri khas program. Setiap rencana dimulai dari musyawarah desa, forum terbuka di mana warga bisa menyampaikan kebutuhan langsung. Konsep ini sejalan dengan komitmen Bumitama terhadap prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dan standar Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), yang menempatkan masyarakat sebagai pusat pembangunan, bukan sekadar penerima bantuan.
Cerita senada datang dari Desa Sei Ubar Mandiri. Kepala Desa Andreka Setiadi mengungkapkan bahwa wilayahnya telah empat kali menerima bantuan alat berat, termasuk excavator dan grader. “Dulu jalan rusak menghambat banyak kegiatan. Sekarang usaha kecil, distribusi hasil bumi, dan aktivitas warga jadi lebih lancar. Warga juga makin semangat membangun desa bersama,” katanya.
Meski demikian, tantangan tetap ada. Cuaca ekstrem dan lalu lintas kendaraan bermuatan berat sering kali merusak kembali jalan yang sudah diperbaiki. Seperti di Desa Pelantaran, dua titik jalan yang dibenahi pada Januari 2025 kembali rusak akibat hujan deras. “Bumitama melalui PT WNL sudah sering membantu, tapi faktor alam membuat perbaikan tak bertahan lama,” jelas seorang perwakilan desa.

Menghadapi hal itu, Bumitama mulai mengarahkan program ke strategi jangka panjang pada semester kedua 2025. Perusahaan tak hanya fokus pada konektivitas fisik, tetapi juga mengembangkan kemandirian desa melalui pemberdayaan tokoh lokal (local champion), pendampingan usaha produktif, dan pembentukan ekosistem ekonomi berkelanjutan.
Kisah ini membuktikan, kontribusi perusahaan perkebunan kelapa sawit tidak harus berhenti pada janji atau proyek sementara. Jalan dan jembatan yang dibangun menjadi simbol keterhubungan, membuka peluang, dan menumbuhkan harapan baru bagi masyarakat di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. (fr*)