”Jangan dijual karena itu untuk keberlangsungan hidup di masa depan. Tidak untuk yang menerimanya saat ini saja, tetapi justru untuk masa depan anak cucu nanti,” tegasnya.
Sebab, kata Halikinnor, tanah tidak bertambah, tapi manusia yang akan terus bertambah banyak, sehingga penggunaan tanah signifikan untuk kebutuhan. Baik untuk perumahan maupun kebutuhan masyarakat lainnya.
”Nanti menyalahkan pemerintah karena lahan habis, tapi punya lahan kecenderungan dilepas hanya untuk kepentingan sesaat. Itu yang saya harapkan jangan sampai terjadi,” ujarnya.
Dengan adanya sertifikat tanah yang sudah menjadi hak miliknya, lanjut Halikinnor, untuk jaminan hidup di masa depan. ”Makanya jangan dijual. Pemerintah sudah membantu. Kalau tetap dijual, kita mau bicara apalagi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotim Jhonsen Ginting mengatakan, program penerbitan sertifikat plasma adalah yang pertama kalinya. Sesuai dengan aturan kehutanan, 80 persen kepada perusahaan dan 20 persen harus diserahkan kepada masyarakat.
”Perusahaan bermohon untuk yang 20 persen ini segera disertifikatkan. Tidak hanya disebut disediakan bagi masyarakat, agar tidak bingung data dan buktinya. Maka kami dorong. Kami sertifikatkan atas nama masing-masing anggota kelompok,” tandasnya. (yn/ign)