Menurutnya, pendapatannya selama di tempat lapak yang sekarang merosot jauh dibandingkan tempat sebelumnya. ”Dua, tiga kali, kami ini merasakan dipindah-pindah. Tempat yang di sini yang sakit pendapatannya. Jauh sekali dibandingkan tempat yang dulu,” katanya.
Nini menuturkan, untuk mendapatkan Rp 500 ribu sangat sulit. Sehari belum tentu tembus penghasilan tersebut. ”Apalagi beberapa hari ini setiap malam hujan. Hampir semua pedagang ibaratnya menangis. Sepi pendapatan,” ujar pedagang pakaian ini.
Nini berharap Disperdagin bisa menertibkan pedagang yang berjualan di emperan toko sekitar PPM untuk bergabung berjualan agar Pasar Eks Mentaya kembali ramai diminati pengunjung.
”Sekarang ini, pasar di sini memang kurang ada gairahnya. Pengunjung juga berpikir mau datang kalau kiosnya banyak tutup,” ujarnya.
Ketua Pengelola Pasar Eks Mentaya Teater Udin mengatakan, pedagang berusaha bertahan meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19 yang cukup sulit. ”Mau tidak mau bertahan, karena hanya ini pekerjaan kami pedagang. Sepi, tidak sepi, tetap berjualan. Berapa pun dapatnya disyukuri saja. Yang penting bertahan, bisa untuk makan, bisa untuk memutar belanja modal,” ujar pria yang sejak 2006 menjadi pedagang kain di Taman Kota Sampit ini.
Dalam sehari, pendapatannya tidak menentu, terkadang Rp 500 ribu. Sabtu-Minggu dan awal bulan terkadang bisa tembus Rp 1 juta ke atas. ”Alhamdulillah, bisa bertahan sampai sekarang. Kalau hujan, sedih semua pedagang. Orang malas keluar,” katanya.
Dia berharap agar semua lapak pedagang segera ditempati, sehingga suasana pasar menjadi lebih ramai dan hidup. ”Pedagang lama Pasar eks Mentaya itu belum dipindah, mudah-mudahan bisa segera diundi. Sebelumnya yang diundi itu pedagang eks Taman Kota. Ini kios semua sudah ada yang punya, cuma belum ditempati. Mudah-mudahan, pemerintah bisa segera mengingatkan pedagang yang tidak lagi minat berjualan, kiosnya lama tutup, lebih baik diganti ke pedagang yang ingin berjualan, supaya pasar ramai dan tidak terlihat kosong,” katanya.