DPR Masih Buka Kans Revisi UU Pilkada Meski MK Tegaskan Jadwal Tetap November

ilustrasi pilkada
Ilustrasi Pilkada

JAKARTA, radarsampit.com – Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), tampaknya, masih bisa terjadi. Sikap itu dilontarkan dewan kendati sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi pada akhir Februari, yang memerintahkan pilkada 2024 tetap diadakan serentak pada November.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menuturkan, putusan MK harus dihormati. Namun, dari pencermatannya, dia menilai dalam putusan MK masih memungkinkan diserahkan kepada pembuat undang-undang.

Bacaan Lainnya

’’Makanya, kalau kami tetap mendorong supaya terjadi revisi undang-undang itu,’’ ujarnya di DPP Partai Golkar Minggu (10/3/2024) malam.

Doli berargumen, jika pilkada tetap diselenggarakan pada November, potensi pelantikan serentak sulit terjadi. Sebab, ada potensi sengketa hingga 2025. Di sisi lain, masa jabatan kepala daerah hasil pilkada 2020 habis pada Desember 2024 sehingga pengangkatan penjabat (Pj) kepala daerah berpotensi harus kembali dilakukan.

Menurut dia, terdapat 271 kepala daerah yang habis masa jabatannya. Karena itulah, Pj harus ditunjuk. ’’Nah, daripada kita nunjuk-nunjuk Pj terus berkali-kali, waktu itu kita majukan,’’ tuturnya beralasan.

Baca Juga :  Pandemi Melandai, Ini Keinginan Terpendam Bupati Kotim

Namun, untuk kepastiannya, Doli mengakui bahwa diperlukan pembahasan lebih lanjut dengan fraksi lain. Meski di pembahasan sebelumnya semua sepakat revisi dilakukan, bukan tidak mungkin ada perubahan sikap akibat gesekan politik pada Pemilu 2024.

’’Mungkin dulu ada teman-teman yang dukung berubah menjadi September, tapi sekarang udah enggak lagi gitu. Nah, jadi bergantung itu semua nanti,’’ ujarnya. Pembahasan itu, lanjut dia, bergantung keputusan pimpinan DPR untuk melanjutkan pembahasan dalam rapat badan musyawarah.

Terpisah, anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini meminta DPR menghormati putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Jika putusan itu diabaikan, terjadi persoalan secara hukum. Sebab, MK telah menyatakan yang konstitusional sesuai dengan jadwal. ’’Bisa menjadi kontroversi luar biasa,’’ ungkapnya saat dihubungi.

Titi mengingatkan, niatan memajukan pilkada menjadi September tengah disorot. Mengingat, ada indikasi dari rezim pemerintahan saat ini untuk bisa mengendalikan pilkada di bawah masa jabatannya yang habis pada Oktober.



Pos terkait