Dua Bocah Itu Tak Bisa Lagi Menanti Ibunya Pulang

Kisah Pilu Anak Korban Pembunuhan yang Terus Menangis

pembunuhan
SEPI: Suasana rumah duka, nampak karangan bunga ucapan bela sungkawa dan tenda belum dilepas dari kediaman rumah duka di Perumahan Cinta Damai, Jalan Pasir Panjang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kobar belum lama ini. (ISTIMEWA/RADAR SAMPIT)

Meninggalnya Siti Fatimah menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Terutama suami dan kedua anaknya yang berusia 2 dan 9 tahun. Suaminya tidak menyangka istrinya akan meninggal secara tragis.

KOKO SULISTYO, Pangkalan Bun

Bacaan Lainnya
Gowes

Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) seolah ingin menggambarkan duka mendalam bagi Kelik Sugiarto (36), suami Siti Fatimah. Istrinya dihabisi cleaning service outsourcing di PT SAP, Jalan Pelabuhan CPO Sungai Kakap, Kelurahan Kumai Hulu, Kecamatan Kumai, Jumat (10/9) lalu.

Kepergian korban untuk selamanya membuat Kelik teramat sedih. Bahkan, untuk menceritakan peristiwa tersebut, hampir tidak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya. Genangan air mata di pelupuk seolah menjadi gambaran atas kesedihannya.

Semasa hidupnya, korban dan keluarga kecilnya tinggal di Perumahan Cinta Damai, Jalan Pasir Panjang arah Desa Kumpai Batu Atas, Kecamatan Arut Selatan. Di mata suami dan kerabat serta tetangganya, almarhumah merupakan perempuan baik dan tidak pernah semena-mena terhadap orang lain.

Baca Juga :  Dituntut 3,5 Tahun Penjara, Pembantai Istri Minta Ini ke Hakim

Begitu banyak kenangan yang mereka rajut semasa menjalani biduk rumah tangga yang sudah memasuki tahun ke-10 itu. Hari ke-6 kepergian almarhumah tidak ada lagi keceriaan yang menghiasi rumah mereka.

Terlebih, ketika mendengar buah hati mereka memanggil-manggil sang ibu dan berakhir dengan tangisan, tak kuasa ia menahan kesedihan, hingga ia pun larut dalam tangisan. Kedua anaknya hingga saat ini belum mengerti bahwa ibunya telah berpulang kepada sang kuasa. Mereka terus menunggu di depan rumah dengan raut wajah yang murung.

”Yang membuat saya tidak kuat, kalau anak-anak menanyakan keberadaan ibunya. Bahkan, saat dalam gendongan, pertanyaan ibu di mana dan sudah sampai mana terus dilontarkan kepada saya,” ujarnya dengan suara gemetar menahan haru.

Dituturkannya, menunggu pulang sang ibu pulang bekerja pada sore hari adalah kebiasaan buah hati mereka. Kedua bocah itu biasa menunggu di depan garasi dan ketika ibunya tiba dengan girang mereka menyambut sambil berlompatan.



Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *