Secara rinci diuraikan, pajak penghasilan yang perlu dibayar yakni PPh Pasal 21 (pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima orang pribadi dari pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan). Kemudian, PPh Pasal 23 (Pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diberikan pada wajib pajak dalam negeri seperti bunga, royalty, dividen, sewa dan pembayaran jasa).
“PPh Pasal 23 hanya diwajibkan bagi badan usaha yang bergerak dibidang usaha koperasi simpan pinjam. Karena, koperasi menerima bunga hasil pinjaman dari pemilik utang,maka atas pembayaran bunga atau imbalan jasa itu koperasi wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23,” katanya.
Disamping itu, koperasi yang memiliki omzet diatas Rp 4,8 Miliar, juga diwajibkan membayar PPH Masa Pasal 25 yang jumlah PPhnya akan dibayar setiap bulan sebagai kredit pajak dengan besaran yang ditentukan berdasarkan hitungan jumlah PPh terutang terakhir diakhir tahun pada tahun pajak sebelumnya, lalu dibagi 12.
Selanjutnya, koperasi diwajibkan membayar pajak penghasilan (PPh) Pasal 29 termasuk dalam kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh koperasi yang harus dilaporkan empat bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Tata cara penghitungannya tergantung pada jumlah penghasilan koperasi.
Sebagai contoh, misalkan penghasilan suatu koperasi pada tahun pajak sebelumnya berada dibawah Rp 4,8 Miliar, maka semua isian SPT tahunan PPhnya adalah nihil. Hal itu dikarenakan, pengenaan pajaknya sudah dilakukan secara final sebesar 1 persen menggunakan penghitungan PPh Pasal 4 ayat 2.
“Selama penghasilan koperasi tidak melebihi Rp 4,8 Miliar, koperasi yang bersangkutan hanya perlu mencatat seluruh jumlah penghasilan bulanan yang telah dijadikan dasar dalam menghitung PPh Pasal 4 ayat 2. Tetapi, apabila pada tahun pajak tahun sebelumnya melebihi Rp 4,8 Miliar, maka perlu menghitung Sisa Hasil Usaha (SHU) Koperasi untuk menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 29 dengan tarif yang digunakan berlaku menurut Pasal 17 ayat 1 atau Pasal 31E UU Nomor 36 Tahun 2008,” jelasnya.