Siswanto menambahkan, dirinya dalam waktu dekat ini akan melakukan rapat koordinasi dengan Gapki Kotawaringin Timur dan pihak terkait menyikapi maraknya pencurian dan penjarahan TBS tersebut.
Terpisah, praktisi hukum di Kota Sampit, Yasmin, mengatakan, kasus pidana yang menonjol di Kotim selain narkotika di Kotim selama ini adalah pencurian kelapa sawit. Namun, kejahatan itu hanya sampai pada pelaku, belum menyentuh kepada pengepul dan pabrik penerima tandan buah segar. ”Sebenarnya pabrik yang menerima pun bisa dijerat pidana dengan pasal penadahan hasil kejahatan pencurian,” kata Yasmin.
Menurutnya, memang bukan hal mudah melakukan itu, karena buah kelapa sawit yang selama ini masuk ke pengepul sudah tidak dibedakan antara buah hasil pencurian dan buah yang betul-betul dari kebun masyarakat. ”Kalau sudah masuk ke pengepul atau pabrik sudah sulit membedakan, kecuali memang itu tertangkap tangan,” kata Yasmin.
Dia mendukung upaya Gapki meminimalisir kasus pencurian sawit yang terjadi saat ini. Memang harus ada keberanian memberantas hal tersebut. ”Apa yang sudah dilakukan Gapki untuk menekan pabrik penerima TBS merupakan terobosan untuk mencegah kasus pencurian yang marak,” ujar Yasmin.
Selain itu, lanjutnya, selama ini yang menjadi pertanyaan, adanya pengepul yang memasok ke pabrik kelapa sawit hampir setiap hari. ”Pertanyaan, itu buah dari mana? Ini patut diindikasikan dengan kasus pencurian yang marak ini, ” kata Yasmin.
Menurut Yasmin, hendaknya pabrik penerima TBS selektif. Salah satunya adalah surat keterangan asal usul buah tersebut. ”Setidaknya ada surat keterangan kades untuk melegalkan asal-usul buah sawit tersebut,” katanya. (ang/soc)